Wednesday, August 8, 2012

# Cerpen Ala-Ala

Senja, Hujan, dan Pelangi..

*kring kring*
Ada sms lagi yang masuk, entah dari siapa itu.
Sengaja ku abaikan, aku sedang tak ingin diganggu, oleh karena itu aku batalkan semua janji di hari ini. Sore ini, lagi dan lagi aku memutuskan untuk mengunci diriku sendiri didalam kamarku, menolak dunia dan menenggelamkan diri dalam kamar sempit ini. Menenggelamkan diriku bersama secangkir coklat hangat dan iringan lagu-lagu beraliran jazz dari laptopku.
Sengaja, agar aku bisa menikmati sore yang seharusnya disambut sang senja yang gagah itu seperti biasa yang aku lakukan setiap sore, tapi sayangnya soreku hari ini ditemani hujan gerimis yang manis.
Perlahan kubuka gorden berwarna coklat muda yang ada di kamarku itu, kemudian pelan-pelan kubuka juga jendelanya agar kupingku ini bisa mendengar dengan jelas suara rintik hujan itu.
Kutompangkan daguku pada kedua tanganku yang aku letakkan di jendela sebagai caraku untuk melihat rintik hujan yang jatuh bersamaan ke bumi dan ku nikmati indahnya suara air yang berlomba jauh ke bumi, mereka bergerombol menyerang bumi. Semakin ku pandangi, semakin deras hujan yang turun, aku terhanyut dalam lamunanku. Imajinasiku membawaku jauh dan seketika bayanganmu lewat dikepalaku, lagi lagi kamu menelusup setiap ruang otakku dan membuat jantungku berdegup kencang saat kuingat wajahmu. Pikiranku kembali melayang padamu, semua tentang hujan dan kamu selalu berkaitan erat, bahkan dalam hitungan sepersekian detik pikiranku membayangkan banyak hal tentangmu.

Kamu itu sesederhana hujan yang aku lihat saat ini, dingin tapi manis juga memberi kenyamanan dalam setiap pelukannya.

Sesederhana itulah aku mendeskripsikan kamu yang sama seperti hujan yang kamu sukai itu.
Hujan ini, memang pernah kita lewati bersama 3 tahun lalu. Saat kita berdua berkomitmen untuk menjalani hari-hari bersama, aku dan kamu bercumbu dengan hujan, hujan adalah bagian dari kita. Kamu ingat seberapa cinta nya kamu pada hujan? Kadang kamu selalu membercandaiku bahwa kamu lebih mencintai hujan-hujan itu dibanding aku. Kadang aku sebal bahwa kamu rela berhujan-hujan ketika aku memakai payung dibawah hujan, kamu selalu ingin menikmati hujan hingga ia pergi dan datang lagi nanti. Katamu, alasan kamu mencintai hujan adalah karena dia takkan pernah membuatmu terlihat menangis saat kamu sebenarnya sedang menangis, katamu juga hujan itu hebat karena dia dan kamu memiliki kesamaan yaitu dingin, dan terakhir katamu hujan selalu membuatmu merasa nyaman layaknya tenggelam dalam pelukan. Aku tak mengerti atas argumen terakhirmu itu, apakah pelukanku tidak lebih nyaman dari hujan? Sehingga lantas kamu berargumen seperti itu? Kemudian jawabmu selalu sama

"Ketika hujan memelukku dan aku memeluknya juga, aku tak perlu takut kehilangan pelukannya. Karena hujan masih akan kembali selagi aku hidup. Sedangkan ketika aku memelukmu dan kamu memelukku, aku selalu takut kehilanganmu, aku takut kamu pergi"

Dan aku tersentak dengan kata katanya. Perlahan angin terasa menelusuk ke badanku, dingin rasanya. Aku lupa, aku tidak mengenakan mantelku saat ini.


*kring kring*
Berbunyi lagi handphoneku membuyarkan segala lamunan dan bayangan yang sedang melambung jauh. Tanpa sadar, diluar hujan sudah reda. Aku tidak tau sudah berapa lama aku memandangi hujan dan menikmati rintiknya yang turun. Apakah ini bagianku? Bagianku melihat hal yang paling aku suka? Sebuah pelangi setelah hujan. Tentu ini bagianku, saatnya aku pergi keluar untuk mencari pelangiku setelah hujan. Hal lain yang aku senangi selain senja yang tak dapat aku lihat sore ini. Senja mungkin sedang mengizinkanku untuk mengenangmu bersama hujan dan tenggelam dalam dinginnya sore. Jika katamu hujan milikmu lebih baik, aku tetap pada pendirianku bahwa bagiku, aku lebih memilih pelangi.

Pelangi atau katanya adalah bianglala yang merupakan suatu gejala optik dan meteorologi berupa cahaya beraneka warna saling sejajar yang tampak di langit atau medium lainnya.
Dan katanya dia selalu setia menunggu hujan untuk reda, buktinya memang seperti itu, selang setelah hujan reda pelangi selalu datang bersama wujudnya yang indah itu menampakkan diri di langit menyambut dunia. Dengan warnanya yang terdiri dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Hujan dan pelangi itu berpasangan, sebagaimana seharusnya kita. Memang itu kan panggilan kita? Kamu hujanku, dan aku pelangimu. Celetukan manja itu selalu terlempar dari mulutmu di masa lalu. Jika kamu hanya mengibaratkan itu sebagai ungkapan atau panggilan sayang, tentu aku tidak setuju. Kamu menceritakan alasanmu padaku bagaimana kamu mencintai hujan dan tentu kamu harus tau alasanku mencintai pelangi selain karena kamu. Kamu tau betapa setia nya pelangi menunggu hujan reda? Bahkan aku akan menjadi seseorang yang akan lebih setia di banding pelangi. Seseorang yang akan datang di terakhir perjuanganmu, setelah kamu berjuang keras layaknya hujan badai yang menerjang bumi, aku lah yang akan menjadi pelangimu. Pelangi yang indah menyambut kerasnya usahamu yang telah mendapatkan hasil pari proses yang kau lakukan. Pelangi yang khusus datang untuk hujan, pelangi yang hanya menunggu hujan. Dan aku yang hanya akan datang untuk kamu, juga menunggu kamu entah hingga kapan. Ku pandangi pelangi yang sedang menampakkan diri itu, sudah menit ke 10 aku berdiri memandangi pelangi itu.

Tak ada rasa bosan dan jemu memandangi lukisan tuhan yang indah itu. Rasa kecewa pun akhirnya datang ketika pelangi itu lambat-laun pergi, pelangi pergi dalam waktu yang cepat kemudian datang kembali dalam waktu yang lama. Sekali lagi aku mengibaratkanmu, mengibaratkanmu dengan pelangi yang pergi dengan cepat dan kembali dengan lamanya. Mungkin karena terlalu lama, bagiku itu berarti kamu takkan kembali lagi. Senja itu gagah, warnanya selalu tampak menakjubkan dan terlihat berwibawa, senja dan pelangi adalah lukisan tuhan yang sungguh luar biasa. Jika kataku senja begitu gagahnya, tidak dengan pelangi, dia membawa kebahagiaan saat aku memandangnya.

Setelah semua hujan dan pelangi yang aku lewati soe ini, esok pagi aku sudah berjanji untuk bertemu mentari di peraduannya. Aku sudah berkata padanya aku tidak akan terlambat menemuinya. Itulah alasan mengapa aku tidak pernah terlambat, aku selalu takut mengingkari janji dengan sang mentari. Dan aku pun harus kembali ke kampus esok hari, menjelaskan alasanku mengapa aku mengabaikan mereka, teman-temanku yang sudah aku batalkan janjinya begitu saja. Aku tau mereka tidak akan mudah percaya dengan alasanku, mereka bukan anak ingusan yang mudah dibodohi. Jadi aku harus menyiapkan alasan yang logis untuk mereka.
Kecuali sahabatku yang selalu paham alasanku yang kadang tiba-tiba berubah seperti ini.
Beginilah aku, saat aku dihampiri rasa seperti ini, aku memang tidak ingin melakukan apa-apa.
Beberapa orang paham atas egoku, beberapa orang lainnya mungkin tidak.

Rupanya besok jadwal kuliahku sama seperti waktuku untuk bertemu sang mentari. Ini artinya sekarang aku harus lekas pergi tidur, sebelum bintang menampakkan dirinya bersama sang rembulan, aku tau tau hari ini aku sungguh lelah. Aku harus segera pergi mandi, makan lalu pergi tidur. Tak lupa aku sembahyang dan berdoa, namamu masih selalu kuselipkan dalam doaku. Tak perlu kamu resah. Aku ingin segera memejamkan mataku, bertemu kamu di satu ruang gelap yang akan menjadi indah jika kamu ada disana. Sebut saja ruang itu, mimpi.
Disana adalah sebuah ruang gelap yang lama kelamaan menjadi berwarna dan selalu terdapat kamu didalamnya. Oleh karena itu lah aku selalu ingin cepat-cepat memejamkan mataku setiap malammnya, dan kecewaku muncul ketika aku sedang menikmati cerita indahku didalam mimpi bersamamu namun ternyata alarm sudah memanggilku untuk memenuhi janjiku bersama mentari setiap paginya. Setidaknya malamku adalah bagian paling menyenangkan juga membuat aku tersenyum sendiri saat aku mendapatimu ada di dalamnya.

Baiklah inilah saatnya aku pergi tidur setelah aku melakukan rutinitas sebelum tidur dari A hingga Z. Sebelum aku tidur, aku mencari handphone ku yang sudah aku abaikan sejak sore.
Saat kulihat ada 2 pesan dan 1 panggilan tak terjawab darimu. Apa apa ini? Tumben sekali.
Setelah aku memikirkanmu sedari sore kau tiba-tiba menghubungiku. Segera aku baca pesan darimu.

"Apa kabar Sin? Lama sekali kita tidak bersua. Rasanya aku rindu melihat senyummu. Maafkan atas semua yang pernah aku lakukan padamu dan semua yang pernah terjadi antara kita. Sudikah kau, Sindy?"

*deggg*
Aku terkaget membacanya! Dia? Ada angin apa dia seperti ini? Dia meminta maaf padaku? Setelah insiden 3 tahun lalu itu?
Ketika aku memergoki dia sedang berpelukan dengan seorang wanita yang aku tau itu adalah teman SMP nya. 3 tahun lalu itu, ketika kita menjalin cerita cinta yang indah dan kamu menodainya dengan menghianatiku. Kemudian kamu menghilang tanpa menyesali salahmu? Lalu sekarang? Sekarang kamu kembali? Untuk apa? Apakah permintaan maafmu ini tulus dan sungguh-sungguh? Apakah kamu tidak sedang kerasukan setan? Apakah aku mimpi? Tapi aku belum tidur. Sebelum ratusan tanya membludak dari kepalaku aku lanjutkan membuka pesan yang masih ada.
Pesan satu lagi berisi

"Sin? Kenapa kemu tidak mau menjawabku? Apa kamu masih marah padaku? Sungguh Sin kamu harus percaya padaku,aku benar-benar ingin kamu memaafkan aku. Aku besok akan pulang dan ingin menemuimu, aku tunggu kamu di tempat kita dulu. Pukul 3 sore, aku ingin kamu datang dan terima penjelasanku"

Sungguh aku semakin terkaget dan bingung harus menjawab apa. Setelah berpikir 2 kali, akhirnya aku memutuskan untuk membalas pesannya seperti ini
"Hai Za, Maaf dari tadi siang aku tidak pegang handphone. Aku baik-baik saja. Semoga perkataanmu ini tidak hanya kata-kata dusta belaka ya :)"

Aku balas dengan singkat. Ah dia membuatku kalut, aku harus segera pergi tidur agar pukul 3 segera datang.


*Simple Plan feat Natasha Bedingfield - Jet Lag*

Pukul 4 pagi.
Alarm sudah berbunyi dan membangunkanku, segera kusiapkan diri untuk pergi ke kampus.
Aku pergi mandi, sembahyang sarapan kemudian pergi menembus jalanan dengan sepeda motorku yang berwarna hitam. Dingin sekali pagi ini, kali ini aku bersama mantel buluku.

Sesampainya di kampus...

"Sindy kemana aja sihhhh? Kita kemarin nunggu kamu, nyari kamu, di telpon gak nyambung terus, di sms gak kamu bales, kenapa sih Sin? Kebiasaan nih"
Kata teman-temanku yang panik mencariku sedari kemarin siang. Sudah kuduga mereka akan seperti itu.

"Aku ketiduran kemarin, ditambah hujan jadi aku nyenyak tidurnya ehehehhe" Ku jawab dengan muka datar dan segera pergi menuju kelas dengan alasan ada perlu pada Frans sahabatku. Ku langkahkan kaki ku menuju ruangan 16B, iya itu kelasku. Ku ceritakan semua yang aku lakukan kemarin sore pada Frans, termasuk tentang Reza yang mendadak mengirimiku sms. Aku meminta Frans menemaniku pergi ke Taman Kota, aku tau tempat yang Reza maksud adalah Taman Kota. Disana adalah tempat kami selalu bertemu. Frans menolaknya, katanya biarkan itu menjadi kejutan untukku. Aku semakin tidak karuan mengingatnya. Kelas dimulai pukul 8 dan berakhir pukul 2. Aku ragu apakah aku harus menemui Reza di Taman Kota atau tidak, tapi rasanya aku ingin sekali menemuinya. Rasa rinduku yang menggebu-gebu mendorongku untuk segera mengarahkan motorku ke Taman Kota.

Aku pergi ke parkiran kampus setelah aku meminta izin pada Frans. Aku arahkan motorku meluncur ke Taman Kota, disana selalu ramai oleh anak kecil yang bermain. Aku segera memarkirkan motor di bawah pohon dan melangkahkan kaki ku ke bangku taman. Aku duduk disana, kunyalakan Ipodku lagi dan ku pasang headset di telingaku. Volume maksimal. Aku duduk disana cukup lama tanpa sadar berapa lama sudah aku ada disana. Aku terlalu menikmati suasana yang sudah lama tidak aku nikmati. Aku memang merasa nyaman setiap ada disini, disini adalah point yang pas. Aku melihat anak kecil yang berlari-lari, sambil sesekali ditemani semilir angin yang berhembus melewati leherku. Jam tangan ku berbunyi menunjukkan pukul 3.
Aku....... Aku semakin takut, dan menjadi gemetar. Ku lihat sekitar, mungkin Reza ada disini. Aku tak berani melihat berkali-kali cukup satu kali saja dan aku kembali mengganti playlist di Ipodku.

Beberapa menit kemudian ada yang mencolek punggungku dari belakang. Hai, siapakah gerangan? Tanyaku dalam kepala. Ah aku tidak berani menengok ke belakang. Sebelum aku menengok ke belakang, sosok itu tiba-tiba duduk di sebelahku. Dia melepas headset yang aku gunakan dan membisikkan di telingaku

"Aku yakin kau pasti datang"

Aku hanya terdiam dan masih terdiam, aku rindu padamu Za. Rasanya aku ingin melepas rindu dan menghamburkan pelukanku padamu.

"Apa kabar?"Tanyamu padaku untuk mencairkan suasana.

"Ba... ba baik, seperti yang sudah aku katakan kemarin di sms" Jawabku sedikit terbata-bata. Suasana sempat hening ketika aku bingung apa yang harus aku tanyakan dan apa yang harus aku katakan.

Kemudian Reza meluncurkan pernyataan secara tiba-tiba

"Maafkan aku Sin, sempat pergi dari hidupmu dan mengabaikanmu begitu saja. Kau harus tau, selamu aku pergi darimu aku diliputi rasa bersalah melakukan semua ini padamu. Aku tau aku bodoh melepasmu yang sudah begitu baik padaku, aku mau kembali untukmu lagi Sin, tak peduli aku harus sekeras apa untuk dapat kembali lagi padamu. Maafkan kebodohanku Sin"

Sungguh, kata-kata yang terucap dari mulut Reza membuat dunia terasa runtuh, membuat aku merasa aku tidak tau harus menjawab apa. Air mata ini berlomba ingin keluar, air mata ini tidak dapat terbendung lagi. Rasa sakit yang meluap-luap aku gambarkan melalui air mataku.
Semua kata-kata yang diucapkan Reza hanya sanggup aku jawab dengan air mata. Raut wajah Reza tampak cemas, resah dan terkaget melihat aku menjatuhkan air mata. Seketika dia memelukku dan terus menerus berkata maaf. Aku ingin berkata jika aku sudah memaafkannya, hanya rasa sakit ini masih selalu terasa. Reza mengusap air mataku dan masih memelukku. Katanya dia mau aku berhenti menangis dan berjanji tidak akan menangis lagi untuknya. Aku maish belum sanggup menyeka air mataku. Pelukan Reza yang semakin erat membuat aku benar-benar merasa jatuh sangat dalam.
Dia berbisik lagi padaku

"Sudahlah hapus air matau, buang rasa takutmu dan aku janji aku akan kembali untukmu. Kamu harus kembali untukku Sin. Aku tak mau kau bersama yang lain, salahku mengacuhkanmu. Maaf"


Dia kecup keningku dan setidaknya aku merasa tenang dibanding sebelumnya. Aku seka air mataku dan melepaskan diri dari pelukan Reza. Aku tatap wajahnya dan aku lemparkan senyumanku padanya. Aku mengajaknya ke rumah, dengan masih terbata-bata. Karena Reza baru sampai, dia tidak menggunakan kendaraan sehingga dia yang mengendarai motorku hingga rumah.

Sesampainya di rumahku, Aku menyurh Reza memasukkan motor ke dalam garasi. Aku menyuruhnya duduk di ruang tamu, sementara aku pergi mengganti bajuku. Tapi sebelumnya aku membuatkan dia secangkir coklat hangat, kesukaan kami. Aku tinggalkan dia untuk mencuci mukaku dan mengganti baju. Setelah selesai dan aku turun, aku tak mendapati Reza di ruang tamu. Kemanakah dia? Rupanya dia ada di ruang TV melihat aku masih menyimpan foto kita berdua. Aku segera mengambilnya dengan malu dan memasukkannya ke dalam laci. Kami kembali ke ruang tamu. Kami memulai pembicaraan dengan menceritakan pengalaman Reza.
Apa saja yang dia lakukan di Jerman, kami bercerita banyak hal tanpa sadar sekarang sudah pukul berapa. Rasanya hari ini menjadi hari yang benar-benar tidak dapat aku percaya. Hari ini adalah hari yang aku nanti sejak 3 tahun lalu itu. Hal paling romantis yang pernah kau lakukan adalah sebelum kau pergi. Tepat di pukul 10 lewat 5 ketika Reza pulang, ternyata Reza menanyakan sesuatu yang aku kira tidak akan mungkin dia ucapkan.
Dia berkata

"Maukah kau menerimaku lagi Sindy Priscillia?"

Tanpa berpikir 2 kali aku anggukan kepalaku dan dia cium bibirku sebelum dia pulang.

"Aku akan kembali tinggal disini Sin, aku akan mengunjungimu setiap harinya. Dan nanti aku akan tinggal bersmamu! Peganglah kata-kataku!!!"

Tersipu malu aku mendengar kata-katanya. Baiklah hari ini berakhir dengan sempurna. Akhirnya aku kembali mendapatkan hujanku, aku mendapatkan kembali kamu. Aku kembali untuk kamu, dan kamu kembali untuk aku. Aku percaya kau bukan seorang yang ingkar janji. Selamat malam, Za. Hati-hati dijalan :)

No comments:

Post a Comment