Halo lelaki peka,
Selamat malam.
Sengaja ku mulai surat ini dengan menyapamu telebih dahulu, untuk mengakrabkan suasana.
Seperti biasanya, aku yang menyapamu terlebih dahulu.
Ya, aku selalu senang menyapamu. Tak pernah bosan aku memulai percakapan dengamu. Tapi kali ini khusus kuberikan untukmu sepucuk surat cintaku. Mengapa aku menjulukimu lelaki peka? Jangan tanya padaku, kau tau jawabannya sendiri.
Kau adalah seorang lelaki peka yang selalu bertanya tentang perasaan wanita tanpa diminta. Selalu menghibur tanpa diminta. Selalu memberi saran tanpa diminta. Selalu mengetahui apa yang aku rasa tanpa aku harus menceritakanmu terlebih dahulu. Itu yang pernah aku bilang padamu berkali-kali kan? Aku kagum pada itu semua.
Kau adalah seorang yang tepat janji dan juga tepat waktu. Hampir sempurna.
Kau bahkan selalu menawarkan pertolongan ketika aku butuh bantuan, tanpa aku minta. Kau seorang berinisiatif tinggi yang menciptakan kekagumanku padamu begitu meledak-ledak.
Bagaimana tidak? Sosok lelaki idaman ku adalah sosok yang seperti kamu. Tapi rasanya ini semua cukup anganku jika aku bisa memiliki lelaki seperti kamu. Tak usah aku berharap lebih, perlakuanmu padaku saja sudah membuatku merasa bahagia seutuhnya. Merasa sebagai wanita yang benar-benar berarti.
Kau adalah lelaki yang tau bagaimana cara memperlakukan wanita dengan sebaik mungkin. Kau adalah lelaki yang tau seluk beluk isi hati dan perasaan seorang wanita. Kau adalah lelaki yang selalu melakukan apa yang wanita inginkan dan wanita harapkan tanpa diminta. Kau adalah lelaki yang tau bagaimana cara membuat hati wanita lega dan membuat senyum di wajahnya. Almost perfect.
Kadang, kau malah dengan polosnya berkata "Oh memang saya seperti itu ya?"
Kau sendiri bahkan tidak pernah sadar tentang apa yang kau buat. Aku pun berkata ini atas dasar hal-hal yang aku alami dan aku dapatkan darimu. Bukan cuma aku yang bilang, ada diluar sana yang sependapat tentang ini. Tentang kamu, dan pekanya kamu. Aku ingat ketika kamu meminjamkan jaketmu saat kita pergi bersama yang lain malam itu, waktu itu aku lupa membawa jaket, kau lalu bilang padaku untuk memakai jaketmu. Aku gunakan jaketmu hingga aku pulang bersama denganmu. Entahlah, dimataku inilah yang terjadi. Menurut pandanganku ya seperti ini, dari segi pandangku meihat dan mengagumimu ya seperti ini. Apa adanya.
Bahwa dari sudut pandang pengelihatanku kau memang begitu adanya. Aku selalu terkagum dan terkaget saat kau masih mengingat hal yang tak aku ingat, itu hal kecil yang cukup mengagetkanku tapi aku selalu kagum dan tersipu dengan apa yang kau buat. Cara pikirmu yang selalu membuatku terkaget, malaikat baik apa yang merasukimu sehingga kau selau berpikiran untuk mengeluarkan kata-kata singkat yang menakjubkan dari mulutmu. Aku selalu terperangah.
Pola pikirmu yang tentu saja berbeda dari orang kebanyakan, kau itu seperti harta karun, penuh petunjuk untuk mencarinya, berharga, penuh petualangan untuk mendapatkannya, kita tidak pernah tau ada dimana, membingungkan, tidak dapat ditebak apa isinya, dan yang pasti akan terasa senang jika mendapatkannya. Kau memang mirip harta karun.
Pola pikirmu itu benar-benar membingungkan, kau bisa membaca pikiranku, tapi aku tidak pernah bisa membaca pikiranmu. Iya, kau malah tidak pernah mau terbuka dan jarang berbagi denganku, padahal aku juga ingin berarti bagi kamu. Jangan hanya kamu yang berarti dan berjasa untukku.
Aku tak pernah mau jadi orang yang egois, jangan ajarkan aku untuk menjadi orang yang egois.
Jika mungkin kau ingin aku menjadi egois, kalau begitu aku akan tagih 1 janjimu yang aku yakin kau pasti lupa. Ah bukan lupa, bahkan kau tidak tau kalo ini aku anggap ada. Itu sekitar 5 tahun lalu, ketika aku mengejarmu. Tak mau aku teruskan, aku malu. Dulu aku begitu mengejarmu, padahal kamu malah memiliki janji untuk tidak berpacaran ketika itu. Ah sudah-sudah, aku tau dulu aku memang masih sangat labil, tapi aku sudah paham sekarang, aku paham dengan semua yang pernah aku lakukan.
Jika ternyata perjuanganku berkali-kali untuk jujur padamu mengenai perasaanku masih gagal, tuhan berarti berkehendak lain. Tuhan belum meberikan saat yang pas atau mungkin tidak pernah mengizinkan aku untuk mengutarakan perasaanku padamu.. Jikalah lewat surat ini akhirnya kau akan mengerti, mungkin ini cara terakhirku saat ini, aku akan tetap berusaha mengutarakan perasaanku padamu, lelaki peka. Bukan aku memaksa, aku hanya ingin semua menjadi lega setelah aku mengutarakannya. Aku tidak mengharapkan jawaban iya darimu.
Jawaban mengecewakan atau tidak, yang pasti itu adalah jawaban darimu. Dan aku akan lega setelah dapat jawabannya. Semoga kau paham.
Terimakasih, untuk semuanya.
Aku selalu menyelipkan kata terimakasih dalam surat-suratku, termasuk suratku ini untukmu.
Kenapa terimakasih? Artikan sendiri kata itu. Aku tau bahwa kata sederhana itu juga punya banyak makna di hidupmu.
Dan sekali lagi, terimakasih lelaki peka :)
No comments:
Post a Comment