Wednesday, August 8, 2012

Ibaratnya.

Ibaratnya aku adalah sebuah bibit, anggap saja aku begitu. Aku, terbawa terbang oleh angin dan tak tahu arah kemana aku akan dibawanya, aku hanya mengikuti arah angin dan alurnya hingga akhirnya ternyata angin membawa aku ke halamanmu yang aku ibaratkan bahwa aku jatuh begitu saja dihatimu. Kemudian aku tumbuh menjadi tanaman yang tinggi, subur dan mungkin sangat kuat dan gagah sehingga sulit ditebang karena sudah terlalu kokoh, perasaanku disini aku ibaratkan sebagai bibit yang tumbuh membesar kemudian tak dapat ditebang. Aku dan perasaanku yang sudah terlalu besar padamu, sulit untuk dipatahkan seperti pohon yang kokoh.
Seharusnya pada awalnya tidak kau rawat bibit itu agar tidak tumbuh seperti itu, harusnya matikan saja atau mungkin biarkan tidak membesar jika pada akhirnya kini pohonya sulit untuk ditebang atau dihancurkan. Begitupun perasaanku, harusnya pada awalnya kamu tidak usah menjaga dan merawatnya jika pada akhirnya kamu menelantarnya tetap berdiri kokoh meskipun ditiup angin kencang seperti pohon, perasaanku yang terus kamu jaga tumbuh terus menjadi sebuah rasa yang dijaga dan sulit dihilangkan. Pohon itu mungkin akan lambat laun menua, mengering, daunnya berguguran dan rantingnya rapuh karena udara, air, dan suhu yang juga dimakan waktu namun waktu yang sangat lama. Begitu juga aku yang diibaratkan pohon itu, perasaanku akan gugur, hilang dan rapuh dimakan waktu nanti, waktu yang lama. Hanya waktu yang akan mengikis perasaan ini perlahan-lahan.

No comments:

Post a Comment