Wednesday, August 8, 2012

# Cerpen Ala-Ala

Long Distance Relationship.

Apa kamu percaya pada hubungan jarak jauh? Apalagi yang berasal dari dunia maya?
Ini yang terjadi padaku, bertemu dengan seorang wanita yang tak pernah terbayangkan bisa aku temui dan bahkan bisa aku miliki walaupun hanya untuk sesaat. Kegilaanku pada musik yang menuntunku padanya, kegilaanku dan kesukaanku pada musik yang mempertemukan aku dengannya, musik mungkin yang sangat berperan dalam apa yang ku alami dengan wanita ini. Menurutku dia wanita yang sangat ideal, menyukai musik yang sama denganku.
Olivia namanya, dia adalah seorang penyuka aliran hardcore yang keras tentunya. Aku tahu sangat jarang seorang wanita yang menyukai aliran musik seperti ini, aku tahu bahwa wanita sangat identik dengan kelembutan. Ketika aku tahu itu yang dia miliki, itu menjadi nilai plus untuknya dari segi pandanganku. Saat itu aku tahu dia tinggal di Yogyakarta sementara aku sendiri di Bandung, aku rasa sedikit tidak mungkin. Itu yang pertama ada dalam benakku, apa jarak ini mengganggu? Tentu saja. Tapi bagaimana aku bisa mengaguminya? Dia seorang yang tomboy, tapi karena itu lah aku menyukainya.

Perkenalanku dimulai dari salah satu jejaring sosial yang memang itu adalah khusus untuk musik, disana hanya ada tentang musik dan membagi apa yang sedang kita dengarkan. Iya saat itu aku mengenal Olivia dari sana. Ini terdengar sedikit bodoh ketika aku akhirnya mengagumi dan jatuh cinta pada orang yang fana. Kami mulai berkenalan dan memulai obrolan yang lebih intens. Hingga aku tahu bahwa ya aku memang harus tahu apa yang aku rasakan pada Olivia. Kami terus mengobrol hingga sangat dekat dan aku yakin bahwa aku menyimpan perasaan pada wanita yang berada nan jauh disana ini. Aku tahu sebenarnya aku ragu akan perasaanku yang terhalang jarak ini, tapi aku harus yakin dengan perasaanku.
Ternyata sebenarnya dia sering mampir dan berkunjung ke kotaku sewaktu itu, hanya saja kita baru kenal dan aku pun belum tahu. Iya, dia sering berkunjung ke Bandung. Dan dia pun bilang bahwa dia memiliki sebuah cerita lama di Bandung ini, dia pernah menjalin cerita cinta dengan seorang Pemain Skateboard yang cukup terkenal di Bandung. Itu sedikit mengejutkan. Dia ternyata lebih dari ekspektasiku.
Suatu hari ketika di Bandung ada sebuah gigs yang mana disana ada band kesukaan kami berdua, dia segera berangkat dari Yogyakarta menuju Bandung untuk melihat band favorite kami itu. Dan ini menjadi kali pertama kami bertemu, gigs ini menjadi saksi cerita cinta kita. Kami sudah berjanji untuk bertemu disana. Aku sudah rencanakan untuk menembaknya saat itu, di gigs itu, di pertemuan pertama kami. Pikirku “Kapan lagi dia ke Bandung?” aku tak akan berpikir lama, saat bertemunya nanti akan ku nyatakan perasaanku padanya. Tidak ada yang salah bukan jika aku berbuat hal romantis di gigs yang cadas dan bahkan sebenarnya sangat cadas.
Suasana yang sangat berisik tidak menggoyahkan niatku untuk tetap menyatakan rasa cintaku pada Oliv, wanita manis yang akhirnya bisa ku temui di momen yang sangat istimewa ini. Setelah penantian panjang.. Aku berbisik di telinganya, karena suasana yang begitu ramai aku harus berbisik di telinganya saat itu, aku mulai canggung tapi aku harus mengatakan bahwa aku menyukainya dan menginginkannya untuk jadi pacarku. Aku mulai berbisik di telinganya dan menunggu jawabannya. Dia berkata Ya! Dan malam itu adalah malam yang paling sempurna, berdua, kami, menyaksikan band favorit kami dan kami mendapatkan moment terindah pula. Pertemuan pertama yang sangat berarti. Aku selalu berharap bahwa usahaku untuknya tidak akan sisa-sia dan tidak akan berjalan singkat. Walaupun ternyata kami hanya mampu bersama dalam waktu 6 bulan saja.
Awal pacaran memang berjalan mulus, semuanya terasa indah dan menyenangkan. Aku sering mengunjungi Oliv dan begitu sebaliknya. Jika aku punya waktu aku pasti pergi ke Jogja dan begitupun dia yang datang ke Bandung. Dan ternyata hubungan jarak jauh kami tidak berjalan lama, indah yang dirasakan ini hanya sementara. Jarak yang membuat segalanya menjadi sangat sensitif, dari hari ke hari.. minggu ke minggu.. bulan ke bulan… Bahagia yang kami rasa lama-lama semakin menguap, hilang. Rindu ini tak ada artinya lagi, rasa sayang pun mungkin menuap antara kami. Dia mulai berubah menjauh dan kami sempat lose contact untuk beberapa saat. Padahal di awal kami sudah berkomitmen bahwa ini yang kami mau dan kami harus menerima segala konsekuensi yang ada. Ini pilihan kami. Seharusnya jarak tidak usah membuat kami menjadi se sensitif ini, apakah rasa cinta mampu dikalahkan oleh jarak? Kenyataannya memang begitu, jarak mampu lebih kuat dari sebuah cinta yang ada diantara kami.
Di Jogja dia bekerja di sebuah distro ternama yang cukup besar di Jogja, dia pekerja keras. Di acara tahunan yang sering diadakan di Bandung pun dia pernah membuka stand. Selang beberapa minggu setelah semua kejanggalan diantara kami, dia memutuskan aku lewat telfon. Bayangkan, hanya lewat telfon dengan mudahnya dia mengucapkan kata putus dan mengakhiri semuanya. Apakah bahagia ini benar-benar hanya seasat? Apakah ini hanya aku boleh rasakan sesaat saja? Kenapa dia memutuskan untuk mengakhiri kebahagiaan yang sedang aku rasa? Aku tidak terima dengan keputusannya untuk mengakhiri hubungan kita. Aku tidak terima dengan keputusannya yang tiba-tiba mengakhiri hubungan kita hanya via telfon. Tanpa pikir panjang aku segera berangkat ke Jogja untuk menemuinya dan mengaharapkan sebuah jawaban pasti dari keputusannya itu. Aku yang bingung juga penasaran tanpa pikir panjang segera berkemas menuju stasiun untuk berangkat ke Jogja menemui Olivia, aku harus mendapatkan alasan jelas darinya, mengapa dia lakukan ini. Alasan yang dia berikan hanyalah tidak menginginkan hubungan jarak jauh tapi aku tidak puas dengan alasannya yang hanya seperti itu.
Aku bergegas mennuju stasiun untuk membeli tiket menuju ke Jogja, setelah bebarapa jam di kereta aku tiba di Jogja pukul 9 malam, dan aku menghubungi temannya Oliv yang juga temanku karena aku mengenalnya sejak aku sering mengunjungi Jogja. Dia datang menjemputku di stasiun dengan menggunakan sepeda motornya. Iya, dia adalah temannya Oliv yang juga menjadi teman dekatku karena seringnya kami bersama ketika di Jogja. Segera aku memintanya untuk mengantarku menuju rumah Oliv, aku harap perjuanganku ini tidak akan sia-sia. Yang aku tahu, saat aku tiba di Jogja itu adalah pukul 9 malam dan aku tak peduli aku harus menemui Oliv di rumahnya. Aku tidak berpikir panjang karena saat itu aku benar-benar bingung harus bagaimana, pikiranku kacau, aku benar-benar kalut, aku diliputi rasa penasaran.
Sesampainya aku di rumah Oliv, aku segera mengetuk pintu rumahnya dan ternyata Ayahnya yang membukakan pintu. Aku segera bertanya pada sosok pria yang berbadan tegap itu "Oliv nya ada om?" tanyaku pada Ayahnya Oliv, aku berharap dia ada. Namun ternyata ayahnya menjawab "Oliv belum sampai, dia masih di jalan belum pulang". Aku meminta izin untuk menunggu Oliv di halaman rumahnya saja hingga Oliv pulang, tujuanku ke Jogja memang hanya untuk Oliv, aku datang kesini hanya untuk dia. Apalah arti usahaku jika aku harus merelakannya, aku harus menunggunya untuk menemuinya agar semua rasa penasaran ini dapat terjawab. Ternyata tak lama aku menunggu Oliv segera datang, saat itu aku lihat ekspresi mukanya yang terkaget melihat keberadaanku disana saat itu, aku yang merasa lega melihat wajahnya mungkin berbanding terbalik dengan perasaannya saat itu. Ya, aku tahu itu. Dia yang terkaget melihatku bahkan langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa sempat mengucap "Hai" atau sekedar "Hallo" untuk menyapaku yang jelas-jelas datang untuknya, dia mengabaikanku yang ada di halaman rumahnya. Aku tidak bisa apa-apa, dia mengunci rumahnya, aku memutuskan untuk meyakinkannya dengan cara mengirim sms padanya, meminta dia untuk mau menemuiku dan berbicara padaku walaupun sebentar saja. Aku hanya butuh sebuah alasan, jawaban dan kepastian. Aku hanya meminta dia untuk menghargai usahaku ini dan aku terus meyakinkan dia agar mau menemuiku hingga setelah aku terus dan terus meyakinnnya dia akhirnya mau menemuiku, aku hanya ingin menanyakan mengapa dia memutuskanku? Mengapa? Dan alasan dia tetap, dia tidak mau berhubungan jarak jauh. Lantas kenapa dulu dia pernah mengiyakan?

Dia tetap dengan pendiriannya, tidak mau berhubungan jarak jauh. Apakah jarak yang menghancurkan semuanya? Membuat kita goyah? Membunuh cinta kita dan membuat kita terbawa ego?

Aku sampai berani berkata bahwa aku mau menetap di Jogja bersama dia, demi dia aku berani berkata ini, demi dia aku akan lakukan ini, demi Oliv aku mau menetap di Jogja bersama dia agar hubungan kami mungkin bisa terus berlanjut tapi ternyata sia-sia saja semuanya, kata-kataku dia abaikan, dia tetap pada pendiriannya untuk mengakhiri hubungan kami. Aku menyerah pada keadaan yang ada, aku yang harus mengalah. Aku merelakan Oliv pergi dengan alasannya, aku hanya sempat mengucapkan "Saya sayang sama kamu" dan kemudian meninggalkannya di teras rumahnya saat itu juga, ketika dia menangis sejadi-jadinya karena aku. Aku tidak tega melihat Oliv yang seperti itu, rasanya air mataku pun tak dapat ku bendung, aku tidak sanggup tapi aku harus pergi, melepaskan dan merelakan Oliv bersama pilihannya. Sebuah percakapan yang bahkan tidak pernah aku inginkan menjadi seperti ini akhirnya. Maafkan aku, Liv.
Temanku yang mengantarku ke rumah Oliv masih menunggu di depan rumah Oliv, aku benar-benar merepotkannya selama di Jogja. Aku tidak langsung pulang ke Bandung saat itu juga, tapi aku memutuskan untuk menginap di rumah temanku itu hingga aku siap untuk pulang kembali ke Bandung tapi aku tidak mau menetap lama-lama di Jogja, aku akan segera pulang setelah pulih lagi semua perasaanku dan kembali lagi untuk menata hidupku setelah semua luka yang mendatangiku. Aku menetap sekitar 4 hari di Jogja dan kembali pulang ke Bandung setelah mengucapkan banyak pada Ricky. Dialah temanku yang menemaniku selama di Jogja ini, yang mengizinkanku untuk tinggal bersamanya selama di Jogja. Setelah 4 hari aku disana, aku memutuskan untuk kembali ke Bandung dan meminta izin pada Ricky juga aku meninggalkan sepucuk surat untuk Oliv yang berisi permintaan maaf dan aku izin berpamitan pulang. Aku harus merelakannya.
**
Setahun kemudian setelah aku menata kembali hidupku di Bandung, kembali lagi di satu event clothing terbesar di Bandung, aku bertemu dengannya. Dia ada disana dengan stand Clothingnya itu. Aku hanya sempat bertemu untuk say Hello dan menanyakan kabar. Hey inilah wanita kesayanganku dulu, dari jauh aku sudah mengenali wajahnya. Hey cantiknya wanita yang satu ini, andai saja masih milikku. Sayang sekali aku harus bertemu dengannya di moment seperti ini, dia yang tampak sedang sangat sibuk membuat aku tidak punya waktu banyak untuk mengajaknya mengobrol. Apa dayaku. Setidaknya, melihat dia saat itu sudah membuatku bahagia. Semoga kamu selalu bahagia tanpaku hey wanitaku. Biarkan aku berusaha mencari penggantimu sekalipun aku tahu kamu tidak ada duanya. Terimakasih untuk kebersamaan singkat kita yang kita jalani ini. Terimakasih untuk semua kenangan yang telah kau berikan, wanita Jogja. Kamu memang masih berarti untukku. Baik-baik disana, dengan hidupmu. 

Dari aku, lelakimu.

No comments:

Post a Comment