Wednesday, August 8, 2012

# Cerpen Ala-Ala

Aku menemukanmu.

Sudah genap satu tahun aku berada disini mendampingi seorang pria yang aku cintai kelebihan dan kekurangannya. Iya, Dia Shandi. Pilihanku tidak salah saat aku memilihnya, aku yakin. Buktinya sudah genap satu tahun aku bersamanya, berdiri disini di tempat yang sama setiap harinya. Shandi, rasa cintaku padanya memang berjalan seperti ini, mengalir dan kadang tak terkendali. Biarkan, dia selalu mengerti alurnya seperti apa. Dia bagian dari hidupku dan begitupun aku seperti katanya. Dia seorang yang sangat dingin namun dia selalu tahu bagaimana cara memanjakanku. Dia tak pernah banyak bicara di depan banyak orang, hanya ketika kita sedang berdua dia bahkan bisa lebih cerewet dariku. Oh beginilah aslinya.


Pagi ini seperti biasa, di hari Minggu aku yang menunggunya selesai dengan hobby nya itu. Dia adalah seorang pecinta tanaman, terutama mawar dan anggrek. Entah kenapa seorang pria bisa sebegitu cintanya pada berkebun. Aku setia menunggunya menyelesaikan hobby di Minggu paginya itu selama setahun. Dengan secangkir teh manis hangat yang berasap seperti yang dia mau, itu kesukaannya. Aku yang selalu duduk manis menunggunya, menyiapkan secangkir teh yang paling disuka oleh orang yang menjadi teman hidupku. Bahagia itu sederhana, melihatnya tersenyum dan berceloteh manja di pagi hari. Dia selalu mengecup keningku sebagai tanda terimakasih atas teh buatanku. Kami duduk manis di teras dan bercanda bersama, setelah 5 hari dalam seminggu dia menghabiskan waktunya untuk bekerja, weekend ini dia sepenuhnya milikku. Walaupun kadang weekend pun dia masih harus bekerja, masih ada yang merebutnya juga dariku di hari libur.

Hari ini kami berencana untuk menghabiskan waktu berdua di rumah, tanpa harus pergi kemana-mana. Aku hanya minta Shandi untuk tinggal di rumah dan kita melakukan hal apapun yang bisa kita lakukan di rumah berdua. Dia selalu berjanji padaku bahwa weekend, dia milikku. Kadang aku selalu merasa bersalah aku selalu ingin minta waktunya. Tapi bahkan dia sendiri yang menawarkannya sebelum aku meminta.

"Hal menyenangkan apa yang akan kita lakukan hari ini?" tanya Shandi sembari menyeruput teh yang mulai dingin

"Hari ini kamu maunya apa?" aku melempar balik sebuah pertanyaan

"Kan hari ini aku milikmu, semua terserah padamu" kata Shandi dengan mukanya yang datar

"Setiap minggu kamu selalu berkata begitu, aku bosan aku terus yang harus menentukan. Sekarang giliranmu" gerutuku pada Shandi

"Ah kamu ini ya selalu saja, iya Sita sayang.. Bagaimana kalau hari ini kita memasak bersama? Berbeda dari biasanya kan?" kata Shandi padaku

"Baiklah, sebentar aku cari buku resepnya dulu" kataku pada Shandi

Aku segera pergi menuju gudang dan membuka beberapa kardus yang aku ingat di dalam nya ada buku resep, tanpa sengaja aku menemukan diaryku di kala SMA. Aku segera memisahkannya dari buku-buku usang untuk nanti ku baca dan aku kembali melanjutkan pencarianku untuk mencari buku resep. Dan akhirnya aku temukan, buku resep di jaman kuliah ketika aku sering memasak dengan Mama. Tumben sekali Shandi mengajak memasak, mungkin dia ingin dimasakkan sebenarnya. Tapi baiklah ini hal yang sedikit aneh untuk kami berdua.
Aku menemukan sebuah resep pancake dan cukup mudah. Pancake? Rasanya aku teringat sesuatu tentang pancake dan buku resep ini, bukan hanya Mama yang aku ingat, aku... aku teringat sesuatu yang lain. Aku pun terdiam beberapa saat dan aku teringat akan sesuatu, aku teringat akan Dika. Seketika otakku berputar mengingat sesuatu, tubuhku mengalami sebuah reaksi. Oh iya, dia, aku teringat akan dia, dia adalah Dika. Alasanku untuk mempelajari masak-memasak, dulu Dika adalah seorang yang menjadi alasanku untuk mempelajari masak. Dia memintaku untuk mempelajari itu, kelak jika aku jadi teman hidupnya, dia mau aku masak untuknya. Nyatanya berakhir lain. Bukan Dika teman hidupku. Aku terdiam dan hanyut dalam lamunanku, pikiranku yang semakin melayang jauh mengingat Dika.

"Sayang, sudah ketemu bukunya? Kok lama sekali?" teriak Shandi membuyarkan pikiranku.

"Eh iya iya ini ketemu, tunggu sebentar" kataku pada Shandi dan aku segera menghampirinya.

Aku tepiskan ingatanku tentang Dika, bahwa aku harus ingat sekarang ada Shandi yang selalu ada untuk aku dan mungkin jalan lain yang tuhan pilihkan untukku adalah Shandi. Shandi sudah menungguku dengan senyum nya yang sangat manis dan indah, ini salah satu yang aku suka darinya. Ditambah lesung pipinya yang tak dapat ku pungkiri bahwa itu adalah pemanis yang mutlak di wajahnya. Senyum nya adalah hal yang selalu membuatku bahagia, lengkungan bibir di wajah Shandi selalu membuatku lega dengan arti aku tahu saat dia tersenyum dia tidak sedang bersedih, semoga.

"Ini sudah ketemu buku resepnya, ini buku waktu jaman aku lagi suka masak bareng mama, dulu aku sama mama suka buat pancake. Kita buat ini aja yuk? Mau?" tanyaku dengan riang pada Shandi.

Rasanya aku malah membandingkan dia dengan Dika yang sebenarnya Dika sangat handal dalam memasak, sebenarnya dia ingin aku seperti dia dahulu. Seharusnya rasa rindu tidak usah serumit ini. Shandi yang tiba-tiba ingin memasak membuat membuatku rindu akan Dika yang dulu selalu setia menyicipi setiap masakanku. Dan kami memang lebih sering menghabiskan waktu berdua dengan memasak bersama setelah Dika meminta aku belajar memasak.

"Baiklah tak apa, aku penasaran dengan pancake buatanmu. Tapi aku ingin ikut buat, kita buat bersama-sama? Aku mau rasa cokelat. Kamu mau rasa apa? Eh sini aku pasangkan dulu celemekmu" kata Shandi yang begitu excited untuk memasak.

Sambil memasangkan celemek dia diam-diam memelukku dari belakang dan mencium pipiku. Setelah itu dia berbisik, "kamu cantik pagi ini, ditambah kamu akan memasak bersamaku. Kenapa kamu cantik sih? Bikin aku sayang terus.."
Kata-kata yang Shandi bisikkan padaku membuat aku tersenyum dan tersipu malu, aku menatapnya dan mencubit pipinya. Ah dia selalu mengejutkan dan tahu bagaimana membuat aku tersenyum.

"Udah ayo masak ah, mana bahannya? Cari dulu sana di lemari! Aku mau cari alat-alatnya dulu" aku menyuruh Shandi.

**

"Ini sayang sudah lengkap semua, ayo mulai sekarang." kata Shandi yang sudah tidak sabar

"Ya sudah, aku yang menyiapkan adonan. Aku yang mengaduk telur, terigu, gula dan lainnya, kamu nanti yang membuat pancake nya, siapkan teflon untuk membuatnya sayang" kata ku pada Shandi

Rasanya memasak adalah hal ter-repot yang kami lakukan, biasanya kami hanya menonton dvd atau bermain game bersama. Sejauh ini memasak adalah hal merepotkan ketika dilakukan berdua. Tapi ini hal baru untuk kami dan tentu saja semua hal yang aku lakukan bersama Shandi adalah hal yang menyenangkan.

**

Satu jam kemudian pancake buatan kami selesai dibuat dan saatnya kami menikmatinya bersama di ruang tv. Seperti biasa saat kami berdua, Shandi selalu berubah menjadi orang yang sangat manja. Sesekali dia menatap mataku dan kemudian mencolek daguku dan dia pun minta disuapi. Bahkan ketika pancake kami sudah habis dia tiba-tiba menaruh sebuah bantal di kakiku dan tidur di kakiku, dia minta di usap kepalanya. Dia lucu ketika seperti ini, katanya dia rindu. Jadi akhir pekan dia adalah milikku dan aku adalah miliknya. Kami menghabiskan waktu berdua sepanjang hari. Ternyata setelah menikah pun Shandi tetap menjadi orang yang selalu berhasil menarik perhatianku, entah bagaimanapun dia, aku tetap sayang padanya. Setidaknya sejak hadirnya Shandi, dia mampu menepiskan luka yang telah di goreskan oleh Dika. Dia yang kembalikan senyumku dan membuatku berani untuk memulai hal baru bersamanya, dia yang mengembalikan kepercayaanku pada seorang laki-laki, dia yang merubah pandanganku mengenai laki-laki, dia yang berhasil mengembalikan aku dari keterpurukan.

Sudah tahun pertama kami bersama, dia masih semanis dulu dan bahkan lebih manis. Sosok Dika memang tidak akan ada yang menggantikan, Shandi dan Dika memang berbeda. Semua yang aku mau ada pada Shandi. Biarkan aku tutup semua lembaran tentang Dika. Aku terlelap bersama Shandi setelah seharian tadi memasak, aku pandangi wajah Shandi yang sedang terlelap, laun-laun aku lepaskan kakiku dari bantal dan memperhatikan Shandi yang tidur sangat nyenyak. Aku ambil bantal untuk segera tidur di sebelahnya, aku tatap wajahnya dan aku berdoa semoga ini tidak hanya untuk sekarang, semoga ini selamanya. Semoga Shandi tidak menjadi orang yang salah, semoga dia pilihan yang terbaik bagiku. Semoga dia adalah orang yang tuhan kirim untuk aku, untuk temani aku dan untuk menuntunku. Lama bersama Dika bukan berarti aku tidak bisa tanpanya. Bukan berarti hidupku harus terpaku padanya, bukan berarti hidupku seluruhnya untuknya, bukan berarti aku harus tenggelam dalam rasa sedih dan kecewa. Bukan berarti juga hanya Dika yang bisa membuat aku bahagia, kini aku rasa hidupku untuk Shandi. Aku tidak boleh kembali mengingat-ngingat Dika atau segala tentangnya, aku akan begitu menyesal dan menyalahkan diriku sendiri jika ternyata Shandi tidak bahagia karenaku. Semua yang dia lakukan untukku harus mendapat balasan yang sempurna, dia patut aku sayang dan aku cinta, aku tidak mau dia kecewa. Pria sebaik dia adalah yang mampu membahagiakanku. Selamat malam, cinta. Lelaplah kau tidur, dan aku cinta kamu..

No comments:

Post a Comment