Kepada yang terhormat
si Tuan berinisial D,
Selamat, iya aku
ucapkan selamat kepada kamu yang akhirnya mendapatkan surat dariku (lagi).
Maafkan aku yang belum juga jera untuk mengirimimu surat seperti ini, walaupun
akhirnya mungkin masih saja sama, berakhir dengan setumpuk surat lainnya yang
setelah kamu baca kemudian kamu mengernyitkan dahimu, ketika selesai, lalu kamu
meremasnya hingga tak berbentuk dan membuangnya ke tempat sampah. Jadi, aku
ucapkan selamat padamu, koleksimu akan bertambah hari ini, tepat ketika surat
ini tiba di tanganmu.
Kepadamu Tuan dengan
berinisial D, maafkan aku yang masih saja mengusikmu dan membuatmu merasa
terganggu, bahkan aku pun bingung mengapa aku masih saja melakukan ini. Untukmu
yang namanya masih selalu terucap dalam setiap doa, entah aku yang begitu
bodohnya sehingga masih saja mengucapmu dalam setiap doa, mengharapkan agar
dirimu selalu dijaga oleh tuhan, mendoakanmu agar selalu baik-baik saja dan
berbahagia. Aku tahu, tak perlu aku doakan pun, kamu bisa melakukannya sendiri
bukan? Mungkin yang aku tahu, menyelipkan namamu dalam setiap doa adalah
satu-satunya cara untuk memelukmu dari jauh. Memastikan diriku bahwa kamu
disana baik-baik saja.
Tenang saja,
sesungguhnya aku tak merasa rugi dengan menyelipkan namamu dalam setiap doa
yang aku panjatkan, atas segala perlakuan tidak baikmu, aku tak pernah
memberikanmu sumpah serapah atau memberimu caci maki atas segala rasa sakit
yang kerap kali kamu berikan padaku, percayalah, lebih indah dengan mendoakan
segala hal yang baik padamu, menjadi seseorang yang pendendam bukanlah tujuan
dalam hidupku. Sesungguhnya doaku tak pernah mengharap balasan darimu, mereka
tulus menyampaikan setitik harap yang ingin untuk terwujud, semoga kamu
baik-baik saja, cukup, hanya itu.
Aku tak bisa memaksakan
kehendak, entah untuk mengharapkanmu kembali, atau memintamu untuk bersamaku
selamanya, aku tak memiliki kuasa untuk itu, Tuhan-lah maha pembolak-balik isi
hati seseorang, jika saat ini kamu begitu tidak menyukaiku, aku mohon, jangan berlebihan
melakukannya, kelak kamu takkan pernah tahu apa yang terjadi di lain hari kan?
Aku, aku yang masih
disini dengan bertumpuk-tumpuk kenangan yang sedang aku cicil untuk aku buang
sedang berusaha untuk mengingatkan diri ini agar tidak mengganggu hidupmu lagi
seperti apa yang kamu mau. Kenangan-kenangan yang pernah kita buat, tolong agar
ikut serta kamu bawa bersama kepergianmu, kepergianmu dari hidupku bukankah
sudah cukup lama? Sudah cukup lama untuk membuat hidupku kosong, tapi tidak
dengan otakku yang berisi penuh oleh kenangan-kenangan denganmu.
Tuan berinisial D yang
terhormat, terimakasih telah pergi dari hidupku dengan tidak menyenangkan,
penyesalan dan rasa yang masih tertinggal, aku harap kamu bawa serta saja,
karena aku tak membutuhkannya, bahkan jika dijual pun takkan ada harganya, itu
semua tak berarti bagi hidupku. Aku ingin mencoba lepas darimu, menjemput
bahagia, tanpa kamu. Iya, tanpa kamu, dan aku yakin aku bisa melakukannya.
Tenang saja, aku masih akan selalu mendoakanmu, aku berharap agar Tuhan
mebiarkan semesta menjagamu dengan sebaik mungkin, jangan sampai ada satu hal
pun yang menyakitimu. Jaga diri baik-baik, sayang.
Dari aku,
Yang selalu
mendoakanmu.
No comments:
Post a Comment