Kepada
kamu,
Hai, selamat siang, jika di tempatmu masih siang aku harap kamu tidak lupa untuk makan siang. Jadi, masih bolehkah aku menanyakan bagaimana kabarmu? Setidaknya setelah bertahun-tahun lamanya kita tak pernah bertatap muka, mungkin aku boleh mengetahui bagimana keadaanmu sekarang? Jadi, bagaimana? Masih ingat denganku? Jika
ada sebuah pertanyaan yang diberikan kepadaku, yang menanyakan siapakah aku
ini? Mungkin hanya akan mampu aku jawab, ini adalah aku yang lupa bagaimana
caranya agar tidak jatuh cinta padamu (lagi). Iya, mungkin seperti itu.
Entah
siapa yang membuatku amnesia akan hal ini, bagaimana agar tidak lagi
mencintaimu seolah tak pernah ada di kepalaku ini. Seolah yang aku tahu
hanyalah bagaimana untuk tetap mencintaimu, tanpa menghilangkannya. Lantas apa
yang sebenarnya terjadi? Apakah itu semua sengaja aku lakukan? Entahlah, aku
pun tak mengerti.
Aku
masih tetap berjalan mencari jawaban tentang itu semua, tentang bagaimana agar
tidak jatuh cinta padamu lagi. Apakah dengan tidak menemuimu lagi? Apakah
dengan tidak menghubungimu lagi? Apakah dengan tidak berbicara denganmu lagi?
Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu pernah mengingat satu hal yang jelas-jelas
pernah aku katakan padamu, agar kamu tak pernah pergi. Sebuah permintaan
sederhana yang terlalu sulit untuk kamu wujudkan dan sangat mudah untuk kamu
abaikan. Terlalu mudah mungkin sampai-sampai kau tak pedulikan lagi apa yang
kelak akan terjadi.
Ketika
kamu dengan giatnya mengabaikanku, sedangkan aku yang dengan giatnya
mengaharapkanmu baik-baik saja tanpa kurang apapun. Cukup dengan mengetahui
bahwa kamu disana tidak kurang apapun dan melihatmu bahagia, mungkin bahagiaku
terletak disana, masih kau bawa. Pernah suatu saat di beberapa tahun yang lalu, ketika kita masih bersama, kamu pernah menghilang dalam
waktu yang cukup lama, kecemasan menghampiriku dan entah apa yang membuat
seluruh ruangan terasa begitu sepi saat aku dengan yakin saat itu sedang
memutar lagu dengan volume tinggi. Gemetar, dan seolah sesak untuk bernapas,
mungkin oksigen di ruangan tempatku berada seketika menghilang saat pikirku
melayang padamu. Segala khawatirku, kecemasanku, adalah karena rasa rindu. Rindu
yang menghinggapiku sungguh lah tidak wajar, ah mana ada rindu yang wajar. Jika
saja rindu yang datang semuanya bersifat wajar, tak akan ada rindu yang salah,
tak akan ada rindu yang tidak mendapatkan balasan. Tidak akan.
Bahwa
mungkin sebuah kekhawatiran adalah hasil dari rasa rindu yang berlebih, dan
sesungguhnya rasa rindu membutuhkan sebuah pertemuan yang akan memberikan rasa
lega dan bahagia. Ketika sebuah pertemuan membuat yakin bahwa tak ada yang
perlu dikhawatirkan, rasa rindu melebur, hanya itulah yang dibutuhkan oleh rasa
rindu.. Dia hanya membutuhkan pertemuan, yang mampu melegakan dan menghilangkan
segala keresahan hati. Selalu. Dibalik ini semua, rasa rinduku tak bersalah
atas apa-apa, hanya aku yang bersalah, karena menjatuhkannya pada orang yang tidak
tepat. Tapi bukan itu semua yang selama ini aku inginkan, yang aku inginkan
hanyalah selalu bisa bertemu denganmu dan memastikan bahwa kamu baik-baik saja,
namun untuk saat ini semua itu bukan lagi hal yang benar untuk aku lakukan.
Diriku saja sudah bukan menjadi prioritas dalam hidupmu, benar begitu, bukan?
Aku
yang tidak ingat bagaimanakah teori yang menyebabkan aku mencintaimu dengan
seperti ini, hanya mampu mengingat dengan jelas bagaimana merindukanmu dan
bagaimana tetap mencintaimu. Ternyata hal ini masih menjadi hal yang menyenangkan
dan belum menjadi sesuatu membosankan, sekalipun seringnya kamu abaikan dan
mungkin ini bukan hal yang benar tetapi ada satu hal yang tak tampak dan tak
nyata yang membuatku tetap mau melakukannya. Jika ini adalah sebuah kesalahan,
mungkin seharusnya aku sudah menyesal.
Sesungguhnya
kamu sendiri pernah meminta aku untuk pergi dan begitu pun sebaliknya, aku pun
pernah meminta kamu untuk pergi. Untuk apapun alasannya, kita hanya amsih
berdiam diri di tempat masing-masing, mungkin posisimu selangkah di depanku.
Itu karena memang kamu, kamu yang sudah dengan bahagianya pergi dan menikmati
hidup dengan mengabaikan aku.
Jadi
siapakah aku ini? Aku…. Aku yang masih memikirkan bagaimana menghentikan ini
semua dan mencoba membahagiakan diri sendiri dengan tidak berpaku tangan padamu
lagi. Tolong, dengan hormat dan permintaan yang teramat, jika kau benar-benar
ingin pergi, lekaslah pergi, jika kau ingin tinggal, katakanlah.
Terimakasih.
Tertanda,
aku. Yang katanya lupa bagaimana untuk tidak mencintaimu lagi.
No comments:
Post a Comment