Untuk rindu,
Kepada sang rindu.
Hai rindu yang selalu datang tak kenal pada siapa, tak kenal waktu, dan juga tak kenal tempat. Kepada rindu yang selalu semena-mena menempatkan diri dan menghadirkan diri. Tak bisakah kamu menempatkan diri pada sesuatu yang benar? Kamu bisa saja dengan mudahnya datang semaumu, tanpa mengenal pada siapa kamu harus dijatuhkan, tanpa mengenal kapan waktu harusnya kau ada, tanpa mengenal tempat kapankah aku harusnya merasa rindu. Adanya dirimu membuat segala hal menjadi terasa tak wajar. Iya, tak wajar, karena kamu tak bisa menempatkan dirimu dengan baik. Selalu membuat aku merasa kacau dengan adanya dirimu. Yah namanya juga rindu, andai dia bisa menempatkan dirinya dengan benar, takkan ada kata-kata ini tercipta.
Hai rindu yang selalu datang tak kenal pada siapa, tak kenal waktu, dan juga tak kenal tempat. Kepada rindu yang selalu semena-mena menempatkan diri dan menghadirkan diri. Tak bisakah kamu menempatkan diri pada sesuatu yang benar? Kamu bisa saja dengan mudahnya datang semaumu, tanpa mengenal pada siapa kamu harus dijatuhkan, tanpa mengenal kapan waktu harusnya kau ada, tanpa mengenal tempat kapankah aku harusnya merasa rindu. Adanya dirimu membuat segala hal menjadi terasa tak wajar. Iya, tak wajar, karena kamu tak bisa menempatkan dirimu dengan baik. Selalu membuat aku merasa kacau dengan adanya dirimu. Yah namanya juga rindu, andai dia bisa menempatkan dirinya dengan benar, takkan ada kata-kata ini tercipta.
Jika saja rindu tahu
diri, mungkin takkan ada tangis yang tercipta karena rindu yang tak berbalas.
Jika saja rindu tahu diri, mungkin takkan ada banyak orang diluar sana yang
sibuk memendam rindu sendirian. Jika saja.
Andaikan rindu tahu
diri, dia mungkin takkan mampu membuat banyak orang kalang kabut menghabiskan
sisa malamnya dengan meratapi rindunya yang tak tahu kemana harus bermuara.
Rindu-rindu yang menggebu itu, kadang kala tak tahu kemana dia harus menuju,
dan kadang kala tak tahu jalan pulang. Andaikan rindu tahu bagaimana dia harus
menuju, muaranya pasti saja kamu, satu. Seorang yang tetap dirindukan sekalipun
itu adalah salah.
Mungkin rindu memang
tak dapat di salahkan sepenuhnya, keadaan pun memaksa seperti ini. Tapi, jika
harus, keadaan yang menuntut untuk memendam rasa rindu, apa boleh dikata.
Sepanjang sisa malam ini lagi-lagi harus aku habiskan dengan memendam rasa
rinduku sendirian, jika aku harus memberitahumu, itu bukan salah satu jalan
yang benar, karena setiap rindu mendambakan sebuah pertemuan. Sebuah pelukan
adalah hadiah manis dari rindu yang berbalas, bersabarlah, hadiah akan
diberikan padamu atas hasil dari usahamu.
Terutuk kalian pejuang
rindu, percayalah, suatu hari rindu-rindu itu akan tahu pasti kemana dia harus
bermuara dan akan tahu pasti kemana arah jalan menuju pulang. Jika rindu itu
mengganggu dan cukup untuk mengusik malammu, biarkan dia menguasaimu, biarkan
dia merajai seluruh isi pikiranmu, kelak dia akan mati rasa hingga kamu tak
bisa merasakannya lagi.
Rindu itu sederhana,
hanya seisi kepala kita yang membuatnya terasa rumit. Kiranya hanya itu yang
bisa aku sampaikan. Terimakasih telah membaca surat ini.
Tertanda,
Maharani.
Maharani.
coba perhatikan lagi penulisannuya, semangaatt
ReplyDelete-Ikavuje
terimakasih masukannya, kak Ika :))
DeleteThis comment has been removed by the author.
Delete