Tuesday, February 17, 2015

# #30HariMenulisSuratCinta

Tentang Sebuah Rahasia.

Jatuh cinta memang bukan sesuatu hal yang bisa direncanakan, dia tak pernah bisa memilih dengan pasti kepada siapakah dia akan dijatuhkan. Tak ada satu pun orang yang benar-benar tahu kepada siapa dia akan merasa jatuh cinta, tak ada satu pun orang yang sebelumnya kamu pikirkan bahwa kamu akan jatuh cinta kepadanya. Aku kira jika cinta mampu memilih dengan tepat kepada siapa dia akan dijatuhkan, mungkin takkan pernah ada yang dinamakan patah hati karena jatuh cinta dengan orang yang salah. Namun bisakah kita menyalahkan cinta? Kamu harus tahu bahwa proses ini terjadi secara alamiah, berlangsung begitu saja tanpa disengaja dan bahkan tanpa melalui tahap yang panjang, iya jatuh cinta denganmu dapat terjadi dengan sesingkat itu, sampai akhirnya aku tahu bahwa kamu ternyata sudah tak sendiri. Ada perempuan disana yang menjadi milikmu dan ternyata adalah sahabatku sendiri. Rumit, sangat rumit memikirkan apa yang akan terjadi kelak.
Bagaimana bisa ternyata aku jatuh cinta padamu yang ternyata adalah milik sahabatku? Kau tahu ini tak pernah aku rencanakan sebelumnya, pertemuan pertama kita di sebuah pesta ulang tahun temanku ternyata mampu membuat aku jatuh cinta padamu secepat itu. Harusnya aku tahu bahwa kamu adalah milik sahabatku, tapi dia tak pernah sekalipun menyebutkan namamu saat menceritakan tentang kekasihnya, bagaimana bisa aku akan tahu bahwa itu kamu jika dia saja bahkan tak pernah memperkenalkan dan menyebutkan namamu.

Entah setan apa yang merasukimu hingga berani-beraninya mengajakku berkenalan lalu meminta nomor handphoneku dan bodohnya aku yang dengan begitu saja mau memberikannya, dan aku merasakan ada hal yang aneh saat bertatapan denganmu, jantungku pun berdebar dua kali lebih kencang dari biasanya saat di dekatmu, entah apa yang terjadi. Bincang-bincang yang terjadi saat itu ternyata berlanjut saat kamu mulai mengirimiku pesan sepulang dari pesta ulang tahun itu, basa-basi dengan iming-iming mengajak berjumpa lagi di kemudian hari, bagaimana bisa aku menolakmu yang ketika kita berbincang tadi, kamu adalah orang yang begitu memperhatikanku dengan baik, kamu memperhatikan setiap kata yang aku luncurkan dan membuatku merasa begitu sempurna saat seorang lelaki mampu mendengarku saat berbicara dengan cara yang seperti itu, menatap dengan seksama, dan mendengarkan tanpa memotong kalimat yang aku ucapkan.

Singkat cerita akhirnya kita berjumpa lagi untuk kedua kalinya sesuai dengan ajakanmu untuk pergi makan siang bersama sepulang kuliah, kamu menjemputku di kampus. Entah mengapa, pada pertemuan kedua ini aku merasa seolah kita sudah bertemu dari sejak lama, kita mengobrol seperti teman yang sudah lama tidak berjumpa, banyak sekali hal yang kita bicarakan sampai tak sadar bahwa kita sudah menghabiskan waktu berjam-jam di sebuah cafe sedari makan siang tadi. Kita berbincang tanpa sadar bahwa kita baru saja bertemu dua kali, kita berbagi cerita, kita tertawa bersama, dan aku begitu merasa bahagia bisa dipertemukan denganmu. Setelah itu kamu memutuskan untuk mengantarku pulang, padahal aku tidak mau diantar kamu pulang, tapi kamu memksa agar bisa tahu rumahku dan akan dengan mudah mengunjungiku sesering mungkin. Dan ternyata benar, setelah itu kamu sering datang berkunjung ke rumahku, sampai-sampai kamu begitu akrabnya dengan mama dan orang-orang rumah. Entahlah mungkin bagiku ini salah satu strategimu untuk me dekatimu selain rayuan dan gombalan yang sering kamu kirim lewat pesan-pesan darimu selama ini.

Sampai pada suatu hari entah kapan persisnya aku lupa, saat itu lagi-lagi kamu sedang berkunjung ke rumahku, seperti biasanya hanya untuk menghabiskan waktu dengan berbincang bersamaku. Pada saat itu akhirnya semua kenyataan pahit terbongkar, kamu meninggalkan handphonemu saat kamu sedang ke toilet dan saat itu handphonemu berdering berkali-kali, rupanya ada panggilan masuk dari seseorang. Kamu memang bercerita padamu bahwa kamu sudah memiliki seorang kekasih dan alasanmu mendekatiku selama ini adalah bahwa kamu sedang jenuh dengan kekasihmu, tapi karena rasa pemasaranku akan bunyi handphone yang terus menerus berdering itu, aku beranikan diri untuk melihat handphonemu. Dan ternyata panggulan masuk dari seorang perempuan bernama Lifanna lengkap dengan icon berbentuk hati dan foto mereka berdua yang dijadikan foto untuk penanda panggilan masuk. 

Saat itu rasanya dadaku ngilu, manusia macam apa aku ini yang tega-teganya masuk ke dalam kisah cinta milik sahabatku sendiri, rasanya air mata ini tak sanggup lagi untuk aku tahan.. Tega-teganya aku menusuk sahabatku sendiri? Aku terdiam sendiri di ruang tamu dengan berlinang air mata.

Saat kamu kembali dari toilet aku tahu bahwa kamu begitu terkaget melihatku berlinang air mata tanpa tahu mengapa, kamu menghampiriku lalu memelukku, tidak seperti biasanya aku menolak pelukan yang kamu berikan. Pelukanmu tak lagi sama rasanya setelah aku tahu bahwa ternyata kamu milik sahabatku. Tanpa menunggumu untuk bertanya terlebih dahulu, aku memilih untuk menanyakannya terlebih dahulu kepadamu, "kenapa kamu enggak pernah bilang sama aku kalau Lifanna itu pacar kamu? Kamu nggak tahu kan kalo sebenarnya Lifanna adalah sahabatku? Sahabat macam apa aku ini yang tega-teganya menikamnya seperti ini? Sebelum kamu menjelaskan semuanya aku nggak pernah nyangka kalau ternyata kamu lah lelaki yang selama ini membuat sahabatku menangis sementara denganku selama ini memghabiskan waktu denganku tertawa bahagia, ternyata kamu yang bisa-bisanya menghancurkan hati sahabatku hingga seperti ini? Tega kamu Dim, sudah bikin sahabatku patah hati, lalu sekarang bisa-bisanya membuat aku jatuh cinta?". Saat itu aku tahu mungkin kamu ada dalam posisi yang sulit Dim, tak begitu aku ingat jelas semua kata-kata yang kamu ucapkan, hanya saja waktu itu kamu mengatakan bahwa kamu sedang merasa jenuh dengan Lifanna yang terlalu posesif padamu, membuatmu merasa terkekang dan tak punya ruang bebas. Sampai akhirnya kita bertemu di ulang tahun Karla dan kamu merasa beruntung bisa berkenalan denganku, kamu merasa nyaman mengobrol denganku dan mulai berani untuk mengirimiku pesan juga menelfonku setiap malam, ada hal yang kamu dapatkan saat denganku dan hal itu tidak kamu dapatkan saat dengan Lifanna, kamu bahkan mengatakan bahwa saat denganku kamu bisa menjadi dirimu sendiri dan begitu bahagianya sampai melupakan banyak masalah yang sedang terjadi. Tercabik bagiku mendengar itu semua, antara terharu, senang, dan merasa bodoh... Bodoh aku tak mampu menjadi sahabat yang baik bagi sahabatku sendiri. Dan sekarang aku merasa kan pergolakan batin, apa yang harus aku lakukan? Aku terlanjur jatuh cinta padamu namun ternyata kamu milik sahabatku, apa harus ku sudahi? Apa harus aku lanjutkan?

Tapi maafkan aku Dim, aku tak mau menjadi seseorang yang dianggap munafik dengan menjadi seperti ini, aku memutuskan untuk pergi dan membiarkanmu kembali pada Lifanna. Maaf aku sempat mengusik hidup kalian, terimakasih untuk waktu yang singkat namun begitu meninggalkan bekas bagiku, kenangan yang kita buat bersama, barangkali biarkan untuk dibuang jauh. Kembali lah pada Lifanna, Dim. Selesaikan masalah yang sedang kalian berdua hadapi, anggap selama dua bulan kemarin tidak ada hal berarti yang terjadi diantara kita, maafkan aku yang terlanjur jatuh cinta padamu, mungkin sebaliknya aku kubur dalam-dalam perasaan ini. Jaga sahabatku dengan baik, Dim. Jangan biarkan luka di hatinya semakin menganga. Sampai bertemu di lain hari, kelak jika Tuhan berkehendak, bagaimana pun rencananya, akan ada hal baik yang datang. 



Tertanda,


Alisa.

1 comment: