Monday, February 2, 2015

# #30HariMenulisSuratCinta

Tears No.2


Tears No. 2
Selamat malam Ren, aku tahu kamu mungkin kaget mendapati surat ini ada di meja belajarmu sementara selama ini kita sudah lama tak bertemu, iya sejak kamu meminta kita untuk saling memikirkan kesalahan masing-masing, bahkan kamu tak mencoba untuk mencariku sekali saja, sementara aku disini terus saja memikirkanmu, mengkhawatirkanmu. Untuk itulah aku beranikan diri untuk menaruh surat ini di atas meja belajarmu, atas izin si Mbokmu yang saat itu kebetulan sedang sendirian di rumah.
Ren, aku mau kamu mendengarkan sedikit ceritaku agar setidaknya kamu tahu apa yang sesungguhnya aku rasakan selama ini.

Sore itu, kamu memilih pergi tanpa mau mendengarkan alasanku agar kamu tetap tinggal bersamaku, itu kali pertama ketika kamu merasa kecewa padaku dan mwmilih pergi tanpa mau mendengarkan sedikitpun penjelasanku. Kamu tahu apalagi yang terjadi karena keegoisan yang kamu lakukan? Iya, air mataku tak kuasa untuk jatuh, tak mampu lagi untuk ku tahan, benteng pertahananku pun rubuh. Hanya karena masalah sekecil itu bahkan kamu tega pergi membanting pintu setelah membentakku habis-habisan? Hanya karena aku diantar pulang oleh teman sekelasku setelah event yang diadakan fakultasku? Ya tuhan, kamu benar-benar kekanak-kanakan! Masih mauenyalahkanku sementara saat itu kamu sendiri yang tak mau menjemputku pulang? Dimana logikamu? Dimana? Sementara kamu terus saja berteriak ke arahku dan menuduhku tidak jelas, pikirlah sendiri bahwa semua ini terjadi juga karena ulahmu!

Toples pertama sudah berhasil terisi dengan penuh, ya, terisi oleh air mataku yang tetjatuh saat kamu dengan mudahnya melukai hatiku saat itu.

Kamu pergi. Kamu kembali lagi.
Kamu pergi. Kamu kembali lagi.
Kamu pergi. Kamu kembali lagi.

Selalu saja, selalu ada alasan yang membuatmu melakukan hal yang membuatku bersedih, tapi selalu mampu untuk membuat aku kembali menerimamu lagi dengan segala cara.

Ada batas yang begitu tipis diantara kebaikan dan kebodohan, begitu kiranya.

Kali ini kamu berhasil membuatku mengisi penuh toples keduaku, toples kedua berisi air mata.
Apalagi?

Kamu. Kamu yang lagi-lagi mampu meremukan hatiku dalam hitungan detik dan setelah itu mampu menyembuhkannya lagi, ditambah membuatku tersenyum kembali. Iya, hanya kamu yang mampu melakukannya, Ren. Saat itu aku tahu memang aku yang salah, aku terlalu cepat menyimpulkan apa yang terjadi saat aku melihatmu duduk berdua bersama mantan pacarmu di pelataran fakultas, barangkali aku saat itu sedang terbakar api cemburu sehingga kemudian aku pun meneteskan air mata di hadapanmu, hanya mampu mengahmpirimu dan bertanya “Ngapain kamu disini sama dia?” lalu kamu terbata-bata menjawab pertanyaanku, aku berharap aku tak mendengar sepatah kata pun darimu, tanpa pikir panjang aku memilih lari menuju motorku dan bergegas pulang. Jadi ini yang kamu lakukan sementara aku menunggu kabarmu sejak pagi aku di dalam kelas berharap kemudian ada kamu membalas pesanku, sementara kamu sedang asyik-asyikan tertawa terbahak-bahak bersama mantanmu, pikirmu aku baik-baik saja dengan apa yang kamu perbuat? Tidak! Kau tak cukup pandai untuk membohongiku, Ren, bukan kali pertama aku memergokimu seperti ini. Apa yang salah padamu, Ren? Atau apa yang salah padaku? Jika saja memang aku yang salah, setidaknya kamu mampu untuk bicara apa salahku, bukan dengan cara yang seperti ini, seolah kamu menikamku dari belakang.

Tapi lagi-lagi, aku memang terlalu bodoh.
Saat aku bergegas untuk meninggalkanmu, tentu saja kamu tidak akan membiarkanku pergi begitu saja, kamu selalu memiliki ribuan cara untuk tak membiarkanku pergi begitu saja. Banyak hal-hal yang kamu lakukan, dan menurutku, aku memang tak mampu menolaknya.

Sebelum aku tiba di tempat dimana motorku diparkirkan, kamu telah menarik tanganku terlebih dahulu, menahan agar aku tak pergi meninggalkanmu. Sejenak kami beradu argumen di tempat parkir dengan suasana agak redup itu. Disana kamu dengan sebisa mungkin mengatakan apa yang seharusnya aku tahu dan mematahkan segala argumenmu dengan meyakinkan bahwa kamu tidak salah. Pecah sudah pertahanaku, Ren. Aku tak mampu lagi membendung rasa sakitku, air mata itu tanpa sadar jatuh lagi. Kamu selalu mengatakan bahwa kamu tak suka melihat aku menangis, tapi justru kamu lah penyebabnya. Lalu kamu memelukku begitu erat, aku mendengar degup jantungmu yang berdebar dua kali lebih kencang daripada biasanya, lalu kamu pun meneteskan air mata. Ren? Untuk apa kamu lakukan itu? Untuk apa kita melakukan ini?

Setelah aku merasakan bahwa kamu menjatuhkan air matamu, mungkin itu artinya kamu menyesali apa yang kamu lakukan, aku kira ini akan menjadi terakhir kalinya kamu berbuat kesalahan. Kamu berbisik di telingaku dengan suara yang bergetar seraya menahan air mata 
”Maafin aku Shel, aku tak mau melepaskan sebuah berlian untuk hal yang ternyata tak lebih berharga dari berlian itu”
Ada sebuah kecupan mendarat di keningku saat itu, ternyata kamu mampu kembali menjadi Rendi yang dulu, Rendi yang selalu menyayangiku dan tak mau melihatku bersedih.

6 bulan setelah kamu berhasil membuatku mengisi penuh toples kedua dengan air mata, ternyata ada hal menyakitkan yang belum berakhir.

Kamu yang tiba-tiba mendiamkanku, tak ada kabar, entah dimana, tak mau bertemu denganku.
Kamu bilang padaku bahwa kamu sedang jenuh, bisa aku pahami.
Tapi apakah tak ada usahamu untuk memperbaiki semuanya? Atau barangkali sekedar merubah suasana tidak enak ini?
Untuk itulah aku memberanikan diri menuliskan surat ini untukmu, Ren.
Ternyata aku rindu kamu, 1 bulan kamu mendiamkan aku seperti ini, aku hanya butuh kepastian seperti apakah maumu, Ren. Maafkan aku yang rewel dengan mengirimimu surat seperti ini, aku harap kamu mau mengerti, percayalah, aku sayang padamu Ren.
Aku harap kamu mau kembali.



Dari aku yang menunggumu kembali,




Shellamita.








2 comments:

  1. Ren itu akunnya apah? aku mau cc, kok kenapa dia jahat gitu :(
    kamu jangan lama sedihnya yaaaa

    ReplyDelete