Dear Dezky,
Jatuh cinta denganmu itu... Menyenangkan.
Jatuh cinta denganmu itu... Menyakitkan.
Jatuh cinta denganmu itu... Membuat aku tak bisa berhenti.
Jatuh cinta denganmu itu... Bisa membuat aku setengah gila
dan kehilangan akal sehatku.
Jatuh cinta denganmu itu... Kadang menyakitkan bagiku.
Jatuh cinta denganmu itu... Mampu menciptakan tawa dan tangis
dalam hitungan detik.
Jatuh cinta denganmu itu... Membuat aku belajar bagaimana
caranya untuk tak menjadi orang yang mudah emosi.
Jatuh cinta denganmu itu... Kadang membuat aku menjadi orang
lain.
Jatuh cinta denganmu itu... Menciptakan heribuan cerita.
Jatuh cinta denganmu itu... Terjadi begitu saja.
Jatuh cinta denganmu itu... Tak bisa ku ceritakan semuanya
disini.
Jatuh cinta denganmu itu... Kini sudah berakhir. Saat kamu
memutuskan untuk pergi.
Rasanya seolah tercabik-cabik hati ini, mengingat bahwa kita
tak lagi berjalan bersama. Tak ada lagi cerita yang bisa ku bagi denganmu, tak
ada lagi senyummu yang menghiasi hari-hariku, tak ada lagi rambut keritingmu
yang selalu tampak memaksa untuk jariku bermain disana, tak ada lagi jari-jari
tanganmu yang selalu diam-diam mengisi sela-sela kosong jari-jari tanganku, tak
ada lagi bercandaan “garing” yang
kamu lemparkan padaku, tak ada lagi kecupan di keningku saat aku akan pulang,
tak ada lagi tawamu yang khas, tak ada lagi kamu, tak ada lagi semuanya. Lalu
kini aku rindu, rindu kamu, rindu kita, rindu semuanya.
Dezky, jika memang Tuhan harus menggariskan seperti ini, aku
sebagai makhluk Tuhan yang tak punya apa-apa ini bahkan tak mampu membuatmu
kembali lagi, aku bahkan tak punya hak untuk memintamu tinggal bersamaku,
andaikan segalanya bisa dikembalikan, aku hanya meminta waktu-waktu bersamamu tak
pernah berakhir dengan begitu cepatnya, aku hanya meminta waktu berhenti saat
bersamamu.
Rasanya seperti sudah lama sekali kita berpisah, tapi
nyatanya sudah satu tahun sejak tidak adanya kamu disini. Semuanya terasa
janggal, yang biasa dilakukan berdua kini hanya dilakukan sendiri, Dez.
Sementara waktu berlalu, aku mencoba menguatkan diri ini bahwa aku bisa tanpa
kamu, aku mampu ikhlas dengan ini semua, dengan perginya kamu. Aku mau kamu
tahu bahwa disini aku bisa tersenyum, agar kamu disana tak merasa terbebani
jika disini aku masih saja menangisi kepergianmu. Iya, Dez, sudah satu tahun
sejak kepergianmu, melihatmu menghembuskan nafas terakhirmu di hadapanku
menjadi suatu hal terburuk dalam hidupku. Manusia berengsek itu
berani-beraninya merenggut kamu dariku! Dia yang ada dalam kondiri mabuk
berani-beraninya mengendarai mobil sampai akhirnya kita yang pada malam itu
sedang dalam perjalanan pulang mengendarai sepeda motor harus menjadi
korbannya. Kecelakaan malam itu menjadi kenangan terburuk dalam hidupku yang
seharusnya sudah aku kubur dalam-dalam. Masih ada ngilu yang terasa saat aku
mengingat kejadian itu, di hadapanku, di pangkuanku, orang yang paling aku
sayangi harus meregang nyawa dengan kepala berlumuran darah. Dez, harusnya dia
pun tak berhak hidup di dunia ini, harusnya dia dihukum mati.
Maafkan aku, Dez. Aku tahu, kamu berulang kali mengingatkanku
untuk tak jadi orang yang pendendam, tapi ini sungguh menyakitkan bagiku Dez,
kepergianmu begitu menyakitkanku. Tapi Tuhan selalu punya rencana yang terbaik,
aku tahu bahwa Tuhan jauh lebih menyayangimu dibandingkan aku. Genap satu tahun
setelah kepergianmu, baik-baik disana, sayang. Ada doa yang selalu aku
panjatkan dari sini. Aku berjanji padamu, aku akan berbahagia, agar kamu disana
pun berbahagia melihatku disini. Tersenyum disana ya, jangan lupa datang di
mimpiku nanti malam.
Dari aku yang merindukanmu,
Reinissa.
yeya, akrab terus yaaaaa
ReplyDeletesemangaatttttt