Friday, February 6, 2015

# #30HariMenulisSuratCinta

Jatuh cinta denganmu itu...

Dear Dezky,


Jatuh cinta denganmu itu... Menyenangkan.
Jatuh cinta denganmu itu... Menyakitkan.
Jatuh cinta denganmu itu... Membuat aku tak bisa berhenti.
Jatuh cinta denganmu itu... Bisa membuat aku setengah gila dan kehilangan akal sehatku.
Jatuh cinta denganmu itu... Kadang menyakitkan bagiku.
Jatuh cinta denganmu itu... Tak pernah aku bayangkan sebelumnya.
Jatuh cinta denganmu itu... Mampu menciptakan tawa dan tangis dalam hitungan detik.
Jatuh cinta denganmu itu... Membuat aku belajar bagaimana caranya untuk tak menjadi orang yang mudah emosi.
Jatuh cinta denganmu itu... Kadang membuat aku menjadi orang lain.
Jatuh cinta denganmu itu... Menciptakan heribuan cerita.
Jatuh cinta denganmu itu... Terjadi begitu saja.
Jatuh cinta denganmu itu... Tak bisa ku ceritakan semuanya disini.
Jatuh cinta denganmu itu... Kini sudah berakhir. Saat kamu memutuskan untuk pergi.

Rasanya seolah tercabik-cabik hati ini, mengingat bahwa kita tak lagi berjalan bersama. Tak ada lagi cerita yang bisa ku bagi denganmu, tak ada lagi senyummu yang menghiasi hari-hariku, tak ada lagi rambut keritingmu yang selalu tampak memaksa untuk jariku bermain disana, tak ada lagi jari-jari tanganmu yang selalu diam-diam mengisi sela-sela kosong jari-jari tanganku, tak ada lagi bercandaan “garing” yang kamu lemparkan padaku, tak ada lagi kecupan di keningku saat aku akan pulang, tak ada lagi tawamu yang khas, tak ada lagi kamu, tak ada lagi semuanya. Lalu kini aku rindu, rindu kamu, rindu kita, rindu semuanya.

Dezky, jika memang Tuhan harus menggariskan seperti ini, aku sebagai makhluk Tuhan yang tak punya apa-apa ini bahkan tak mampu membuatmu kembali lagi, aku bahkan tak punya hak untuk memintamu tinggal bersamaku, andaikan segalanya bisa dikembalikan, aku hanya meminta waktu-waktu bersamamu tak pernah berakhir dengan begitu cepatnya, aku hanya meminta waktu berhenti saat bersamamu.

Rasanya seperti sudah lama sekali kita berpisah, tapi nyatanya sudah satu tahun sejak tidak adanya kamu disini. Semuanya terasa janggal, yang biasa dilakukan berdua kini hanya dilakukan sendiri, Dez. Sementara waktu berlalu, aku mencoba menguatkan diri ini bahwa aku bisa tanpa kamu, aku mampu ikhlas dengan ini semua, dengan perginya kamu. Aku mau kamu tahu bahwa disini aku bisa tersenyum, agar kamu disana tak merasa terbebani jika disini aku masih saja menangisi kepergianmu. Iya, Dez, sudah satu tahun sejak kepergianmu, melihatmu menghembuskan nafas terakhirmu di hadapanku menjadi suatu hal terburuk dalam hidupku. Manusia berengsek itu berani-beraninya merenggut kamu dariku! Dia yang ada dalam kondiri mabuk berani-beraninya mengendarai mobil sampai akhirnya kita yang pada malam itu sedang dalam perjalanan pulang mengendarai sepeda motor harus menjadi korbannya. Kecelakaan malam itu menjadi kenangan terburuk dalam hidupku yang seharusnya sudah aku kubur dalam-dalam. Masih ada ngilu yang terasa saat aku mengingat kejadian itu, di hadapanku, di pangkuanku, orang yang paling aku sayangi harus meregang nyawa dengan kepala berlumuran darah. Dez, harusnya dia pun tak berhak hidup di dunia ini, harusnya dia dihukum mati.

Maafkan aku, Dez. Aku tahu, kamu berulang kali mengingatkanku untuk tak jadi orang yang pendendam, tapi ini sungguh menyakitkan bagiku Dez, kepergianmu begitu menyakitkanku. Tapi Tuhan selalu punya rencana yang terbaik, aku tahu bahwa Tuhan jauh lebih menyayangimu dibandingkan aku. Genap satu tahun setelah kepergianmu, baik-baik disana, sayang. Ada doa yang selalu aku panjatkan dari sini. Aku berjanji padamu, aku akan berbahagia, agar kamu disana pun berbahagia melihatku disini. Tersenyum disana ya, jangan lupa datang di mimpiku nanti malam.



Dari aku yang merindukanmu,


Reinissa.



1 comment: