Kepada kamu yang sudah
menemukan penggantiku,
Apa
yang harus aku mulai terlebih dahulu? Menyapamu? Menanyakan kabarmu? Atau
menanyakan menganai pacar barumu? Ah untuk apa aku harus berpura-pura baik di
surat ini jika sesungguhnya aku kecewa dan terluka. Luka ini kamu biarkan
semakin menganga dengan apa yang kau lakukan bersamanya dan aku mampu melihat
apa yang kau lakukan.
Tapi
jauh di lubuk hatiku memang aku tak bisa memungkirinya bahwa aku memang masih
mengharapkanmu diam-diam. Aku sangat terluka ketika mengetahui kamu yang
kemudian berputus asa dan menyerah pada kita. Iya memang itu sudah terjadi
sengat lama namun tak pernahkah kau sadari luka yang menganga ini? Kau sakiti
berulang kali seolah luka yang kau sirami air cuka dan membuatnya semakin pedih.
Iya aku minta maaf mengenai aku yang menaruh harapku padamu, tapi ini ulahmu.
Aku tak tahu bagaimana menghentikannya.
Kadang
aku bertanya, mengenai keikhlasan, sudahkah aku melakukannya selama ini?
Melakukan ini pada apa yang terjadi pada kita, sudahkah? Aku tahu aku belum
melakukannya. Pernahkah suatu hari aku dibayangi rasa takut? Takut akan
kehilangan sesuatu? Takut semua yang semula adalah milikku kemudian menghilang?
Iya aku pernah merasakan ini semua, dan terjadi padaku karenamu tentunya. Aku
pernah merasa takut akan kehilanganmu dan kamu pergi, sesuatu yang paling
menakutkan dan membanyangiku pada akhirnya memang harus terjadi. Tapi apapun yang aku lakukan, semua takkan mampu merubah setiap hal yang terjadi. Memang
waktu sudah berubah, waktu terus berjalan, semua tidak akan tetap sama
selamanya. Bahwa waktu itu merubah semuanya, itu yang harus selalu aku ingat
untuk semua yang telah pergi meninggalkan hidupku, termasuk kamu. Sudahkah
diriku ini ikhlas dengan segala hal yang hilang dari hidupku? Belum, aku belum
menjadi orang yang seperti itu, merelakan suatu hal untuk pergi itu membutuhkan
waktu yang lama. Tidak akan semudah membalikkan telapak tangan tentunya.
Terkadang kita akan menjadi seseorang yang terlalu takut untuk meninggalkan
semua yang akhirnya harus hilang, andai hati dan perasaan tak pernah berperan
dalam hal seperti ini, mungkin tak akan ada rasa sedih dan takut untk
merelakan. Eh maaf, disini maksudnya
aku, bukan kita. Karena aku tak pernah tahu apakah kau pernah merasa takut akan
kehilangan atau tidak.
Ya,
maksud dari surat ini bukan untuk memintamu kembali, aku hanya ingin mengatakan
ini saja padamu. Bahwa kehilanganmu adalah hal yang paling menakutkan yang
selama ini ada dalam benakku. Bukankah selama bersamamu, aku sudah mengatakannya
berkali-kali, entah puluhan atau mungkin ratusan. Dan bahkan kau yang
menenangkanku dengan janjimu yang katanya takkan hilang dari kehidupanku dan
takkan pergi. Tapi beginilah yang terjadi adanya. Waktu yang memisahkan kita
mungkin, tuhan masih belum mengizinkan kita untuk bersama dalam waktu yang
lama. Tuhan berkehendak lain terhadap kita. Bukan aku yang menyerah dengan
kita, tapi kamu. Aku berusaha sekalipun aku lelah, tapi aku berjuang untuk jauh
dari kata meenyerah. Namun tidak dengan kamu.
Baiklah,
maafkan kata-kata ini. Jika kamu membaca surat ini hingga selesai, selamat kamu
memenuhi keinginanku. Selamat malam, berbahagialah dengan penggantiku.
Dari
aku, yang sudah kau temukan penggantinya…
#30HariMenulisSuratCinta, Hari ke-6.
No comments:
Post a Comment