Itu masih kamu, yang rupanya mampu membuatku menangis
tersedu-sedu dan lalu beberapa saat kemudian kamu merubahnya menjadi tawa
lepas. Ketika saat itu kamu membuatku terluka sehingga menciptakan air mata
yang turun dari mataku, namun ternyata kamu juga yang mampu mengubah kembali
air mata menjadi tawa. Kenangan itu ternyata masih terekam jelas setiap
detailnya. Detail dari sebuah ruangan dimana disana kita pernah membuat suatu
kenangan berdua, tempat yang masih terekam jelas dan semua adegan yang terjadi
disana, terlebih saat sebuah pelukan masih menjadi hal yang penuh arti. Ketika
sebuah pertengkaran dengan terpaksa harus berakhir dengan tangis, aku selalu
ingat bagaimana nyamannya sebuah pelukan setelah pertengkaran. Indahnya sebuah
kata maaf untuk mengakhiri pertengkaran, dan lepasnya tawa yang hadir menggantikan
air mata yang jatuh.
Masalah membolak-balikkan perasaanku, kamu lah jagonya.
Masalah menaik-turunkan perasaan, kamu juga jagonya. Masalah menghancurkan
perasaan dengan harapan-harapan palsu, kamu jagonya. Masalah mengacuhkan
perasaanku, kamu juga jagonya. Apalagi yang tidak kamu bisa? Kamu kan sudah
jago mengenai banyak hal. Iya jago mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
bagaimana menghancurkan hatiku secara pelahan-lahan. Apalagi ya yang tidak kamu
bisa? Oh iya, kamu belum jago mengenai menemukan jalan untuk kembali menuju
hatiku. Satu-satunya tempat yang benar untuk kamu berlabuh. Kamu tersesat
sayang, mari kesini, aku bisa tunjukkan padamu jalan yang benar untuk menuju
hatiku. Bukan hatinya, atau hati wanita lainnya. Hanya hatiku lah satu-satunya
tempat terbaik untukmu pulang.
Sayang, jika kamu sudah mampu mengenal aku dengan begitu
baiknya mengapa kamu masih tak tahu jalan yang benar untuk menuju hatiku.
Mengapa yang kau tahu hanyalah mengacak-ngacak perasaanku? Jika aku bahagia
karena kamu mampu menyulam senyuman di wajahku, aku pun harus bersedih karena
kamu juga yang mampu membuatku meneteskan air mata. Jika pelukan kamu menjadi
satu-satunya tempat paling nyaman bagiku, akankah aku menemukan gantinya? Jika
kamu lah yang menghancurkan hatiku sedemikian hancurnya, haruskah aku tetap
membanggakan dan mengharapkanmu? Jika kamu pada akhirnya pergi, haruskah aku
tetap menunggumu kembali? Jika kamu akhirnya tak akan pernah kembali, haruskah
aku jadi satu-satunya orang yang menanti kembalinya kamu. Haruskah?
Aku mohon, jangan diam seperti itu. Yang aku butuhkan bukan
diamnya kamu, yang aku butuhkan adalah jawaban darimu. Karena tanyaku tak perlu
sebuah diam, tanyaku hanya perlu jawabnya, dan aku harap itu kamu yang akan
beri jawabnya.
Dari aku, yang (ternyata) (masih) menunggu jawabanmu.
#30HariMenulisSuratCinta, Hari ke-15
No comments:
Post a Comment