Monday, August 19, 2013

# #lewatpukulsembilan

Tentang Amarahmu..

Kamu lah yang dulu pernah mengajariku untuk tidak menjadi orang yang pendendam, kamu yang mengajariku bagaimana caranya untuk dengan ikhlas memaafkan orang lain, kamu akan memberitahuku ketika aku salah telah menaruh dendam pada orang lain, tapi kini ternyata kamu lah yang menjadi objek rasa dendamku karena kamu sendiri tentunya. Bukan dendam mungkin, hanya saja sesekali aku menaruh amarah berlebih padamu dan segala yang pernah kamu lakukan. Lantas aku bisa apa?

Rasa ini mungkin timbul karena keslahanmu sendiri juga segala presepsi dan asumsiku padamu yang timbul karena segala hal yang terjadi seiring berjalannya waktu. Waktu yang telah membentuk pola pikirku sehingga menjadi sedemikian rupa.. Juga waktu lah yang telah membentuk perilakumu dan juga pola pikirmu yang tak lagi sama ketika bwbweapa tahun lalu. Entah apa yang diperbuat oleh waktu beserta seluruh isinya, lingkungan di sekitarmu, orang terdekatmu, seluruh semesta yang menjadikanmu seperti ini bukan?
Jika aku rasa tak banyak yang berubah dariku atas segala perilakumu, tapi kamu… Seperti bukan orang yang aku kenal selama ini. Berbeda, semuanya berbeda. Lantas aku bisa apa jika ternyata kamu yang dulu sering kali menegurku untuk tidak meluapkan amarah, menaruh dendam, merasa benci ataupun menaruh rasa kesal terhadap orang lain, ternyata kini kamu sendiri yang membuatnya membalik, membuat seolah-olah aku dan kamu melumat sendiri semua kata-kata yang pernah dilontarkan. Seolah tak mampu lagi diri ini untuk membendung segala rasa itu. Apa benar kesabaran seorang manusia tak ada takarannya? Tak ada kadarnya? Tak terbatas?

Karena tetap saja, pada akhirnya segala hal itu akan kembali berujung pada kata-kata. Kata-kata yang tersusun rapi dan entah akan sampai pada tujuannya atau tidak, sebagian mungkin hanya akan tersimpan rapi seperti sebuah benda dalam lemari, atau mungkin hanya sebagian kecil yang akan sampai pada tujuannya. Seringkali segala hal yang menjadi sumber dari segala kekesalanmu hanya mampu membuatmu diam tak berkata-kata, bahkan jika kamu diberi kesempatan untuk berkata-kata pun, kamu akan bingung untuk memulainya dari mana. Ketika kamu tak tahu harus berbuat apa, kamu mungkin hanya bisa mencurahkannya melalui kata-kata yang akan sampai pada objek atau tidak, itu adalah urusan belakangan.

Sekali pun aku merasakan amarah yang meluap-luap dan kebencian yang sekali-kali datang, kembali kata-kata mu juga yang menjadi pengingatku akan itu semua, aku redam kembali semuanya, dan jika aku tak mengingatnya, hal itu kemudian hilang dari pikiranku, setidaknya jika tak ada orang yang usil mengingatkanku kembali akan hal apa yang membuatku merasa marah dan kesal.

Seringnya kembali aku meredam amarah dan melupakannya, seolah tak ada apa-apa dan semuanya berjalan kembali dengan baik-baik saja. Namun ketika kembali rasa itu datang, ketika aku ingat kamu yang membuatku merasa marah dan kesal, seketika jika kamu ada di hadapanku mungkin ingin aku cekik saja.. Ah fantasi yang keterlaluan. Lantas apa yang harus aku perbuat? Memaafkan?

Apakah mungkin pada hakikatnya memang manusia harus selalu memaafkan dan melupakan?

Apakah itu?

Kemudian ketika tanyaku belum habis, segala jawabannya memang hanya satu, yaitu harus. Sebuah keharusan untuk memaafkan dan juga mungkin melupakan. Itu satu-satunya jalan agar hidup kamu terasa tenang. Iya, hatimu tidak akan dipenuhi hal-hal yang tidak baik yang mungkin menjadikanmu memiliki penyakit hati. Semua pilihan kembali lagi padamu. Lantas jika aku harus menjawab pertanyaanku sendiri adalah…


Lantas aku bisa apa? Aku bisa memaafkan dan melupakannya, lalu berjalan masing-masing seolah tak pernah terjadi apa-apa. Itu jika aku mau hidupku terasa baik-baik saja, tenang dan menyenangkan. Walaupun sesekali hidup ini perlu hal-hal yang tidak menyenangkan untuk ikut melengkapinya, namun jika bisa kita buat menyenangkan, mengapa tidak? Segala yang terjadi pada hidupmu adalah atas keputusanmu sendiri. Jadi, selamat menentukan jalan hidupmu masing-masing, karena hal baik tidak akan mencarimu dan tidak akan membuat dirinya sendiri bagimu, tetapi kamu lah yang harus mencarinya sendiri dan membuat kebahagiaan itu sesuai dengan takaran yang pas mengenai bagaimana bahagia itu sendiri dalam hidup kamu. Tentang segala rasa benci dan amarah yang ada, biarkan dia pergi, menguap ke langit dan turun menjadi hujan yang bisa menyejukkan. Kelak dia akan hilang dengan sendirinya. Buatlah hidupmu sebahagia mungkin, dengan caramu, bukan dengan cara orang lain.

No comments:

Post a Comment