Sore ini di
luar turun hujan yang cukup deras, tak begitu lama, hanya selang 30 menit
setelah panasnya hari ini. Kemarau ini mungkin butuh sedikit sesuatu yang
basah, mungkin kemarau merindukan hujan untuk sesaat, sebuah pelukan dari tetes
air hujan dan wangi petrichor yang menyejukkan. Hujan yang tidak terlalu deras
dan aku yang duduk manis menatapnya, hanya aku dan pikiranku yang merindukan
sesuatu dibalik hujan yang turun ini. Kembali tentang aku dan hujan, atau
mungkin juga kamu dan rintik hujan yang jatuh berlomba dengan pikiranku
siapakah diantara keduanya yang lebih cepat dalam membuatku mengingat sesuatu
yang aku rindukan. Tak ada yang salah jika hujan ini mengingatkanku kembali
padamu yang sudah pergi, karena memang begitu fungsinya, hujan ini seolah menjadi
mesin waktu penghubung antara aku dan sebuah kenangan dari masa lalu yang
begitu banyak dan tak mampu aku ingat satu persatu.
Aku duduk
dengan posisi memeluk lutut di samping lampu tidur yang dinyalakan sore hari,
aneh. Menyalakan lampu mungkin agar aku merasa hangat karena hujan turun cukup
deras dan angin bertiup cukup kencang, namun mungkin tak ada korelasinya antara
lampu tidur dan menghangatkan diri dari cuaca diluar sana. Sebuah ilustrasi
yang aneh karena menjadi biasa itu sudah terlalu biasa.
Dibawah hujan
ini, mari biarkan aku mengingat beberapa hal tentang kamu. Pertama, ,engenai
kepergianmu yang kenangannya masih saja selalu dibawa kembali oleh hujan memang
masih tergambar begitu jelas, aku mungkin bukan tidak bisa tanpamu, aku hanya
terlalu takut menghadapi hari esok, terutama setelah tidak adanya kamu. Karena
hari ini dengan adanya dirimu dan besok dengan tidak adanya dirimu adalah dua
hal yang akan sangat berbeda, satu-satunya kesamaan diantara keduanya adalah
tentang dirimu. Dirimu yang ada atau pun tidak ternyata aku tak bisa mengatur
agar kamu tetap disini bersamaku. Karena memang tak ada lagi perasaanmu akan
diriku bukanlah kuasaku, aku tak bisa mengaturnya agar tetap seperti yang
pertama kali kamu berikan padaku. Karena memang perasaanmu yang sudah habis itu
layaknya sebuah besi yang terkena korosi, layaknya batu yang terus menerus
terkikis air, habis, digerogoti, dan perasaanmu pun ternyata begitu, habis
digerogoti jaman. Sebenarnya aku tak mau menghabiskan waktuku dengan sia-sia hanya
untuk menunjukkan padamu bahwa aku layak untukmu tapi ternyata kamu tidak
mempedulikannya, membuang-buang waktu yang terlalu berharga. Jika perasaanku
ini mungkin aku rawat dan aku jaga dengan baik selayaknya sebuah bunga yang
selalu aku sirami setiap hari, aku berikan pupuk agar tumbuh dengan subur,
ternyata tidak dengan kamu yang membiarkan perasaanmu habis terkikis begitu
saja. Aku yang berjuang, kamu yang diam. Segala usaha bisa saja aku lakukan di
hadapanmu hanya untuk membuatmu melihat bahwa aku bisa menjadi orang yang layak
untukmu, bisa menjadi yang terbaik dan bisa menjadi apa yang kamu harapkan,
tapi apa yang menjadi balasanmu nantinya memanglah bukan kehendakku dan aku tak
bisa berbuat apa-apa, segala hal diluar diriku ini tentu saja bukan aku yang
mengendalikannya termasuk dengan isi hati dan kepalamu pun bukan aku yang
mengendalikannya. Semuanya terjadi atas kehendak siapa? Tentu saja kehendakmu
dna atas izin tuhan.
Kedua, mengenai
bagaimana hujan mampu membuat ingatanmu dengan seketika mampu membawa banyak
ingatan dari masa lalu mungkin sebaiknya aku harus mengingat sebagian, karena
jika tidak kelak hanya akan berakhir menjadi air mata, kata sebuah tulisan yang
pernah aku baca. JIka aku mengingat semuanya, terlalu banyak hal untuk dikenang
mungkin tak baik untuk diri ini, kelak berakhir menjadi air mati, atau akan
rela membiarkan air mata mu sebanyak rintik hujan yang turun?
Tulisan ini
semakin tidak beraturan, sama seperti rintik hujan yang jatuh. Tapi mungkin
setidaknya akan meninggalkan bekas ketika kamu membacanya, walaupun akan
hilang. Iya, hujan meninggalkan bekasnya, yaitu basah yang tersebar di seluruh
permukaan bumi namun nantinya akan menghilang kembali, semoga tulisan tidak
beraturan ini hanya akan meninggalkan bekas bagi kamu yang membacanya dan tidk
akan hilang menguap entah kemana. Masih boleh untuk di lanjutkan?
Ketiga, hujan
di luar sana akan membuatmu basah jika kamu tidak punya tempat untuk berlindung
dan untuk itu lah kamu perlu sebuah rumah untuk berlindung setidaknya agar kamu
tetap kering dan tidak terkena basah dari tetesan air hujan yang bisa saja
membuatmu sakit, sebuah rumah yang nyaman untukmu berlindung. Kita bisa ibaratkan
sebuah pelukan sebagai rumah, yang kita anggap sebagai tempat untuk berlindung
dan tempat untuk kembali ketika kita merasa hari kita terlalu berat untuk
dilalui, sebuah pelukan yang nyaman dimana kita berlindung disana dan merasa
bahwa ketika kita kembali semua penat kita mungkin bisa hilang walaupun hanya
sebentar saja. Kita bisa ibaratkan hujan adalah sesuatu yang menjadi masalah
dalam hidup kita, ketika kita terkena basah adalah saat dimana kita merasa
benar-benar terkena dalam masalah yang cukup berat lalu kita berlari menuju
rumah untuk berlindung dan setidaknya kita menemukan apa itu teduh untuk
berlindung dari hujan di dalam rumah, dan begitu pula pelukanmu sampai saat ini
adalah tempat yang dengan bangganya aku sebut sebagai rumah, semoga sebuah
pelukan tetap menjadi pelukan ternyaman untuk kembali ketika lelah dan semua
hal terasa berat untuk dilalui. Semoga.
Mari bertaruh
denganku, apa saja yang bisa dibawa oleh hujan selain kenangan dan ingatan akan
beberapa hal penting dan menyenangkan yang datang dari masa lalu? Nampaknya
tetesan air hujan yang turun dan menjadi kumpulan kubangan rindu. Sebenarnya
sosokmu tak pernah hilang dari kepalaku sama seperti hujan ini, sekalipun dia
pergi tetap saja akan kembali lagi. Hujan masih akan turun di kemudian hari dan
kamu pun. Segalanya berawal pada hujan malam itu, kita bersama melewatinya
dengan penuh sukacita, berbagi tawa, berbagi cerita, berbagi bahagia, yang
berakhir dengan kita yang saling menghangatkan. Lalu, temukan apa saja yang
bisa kau temukan di kala hujan, ada banyak sekali hal yang bisa memenuhi seisi
kepalamu, termasuk rasa rindu akan inginnya kembali pada sebuah masa dimana
kamu merasa begitu bahagia dengan orang-orang terdekat dalam hidupmu. Katanya,
terkadang kamu hanya merindukan kenangannya saja bukan merindukan orangnya.
Lalu? Bagaimana bisa hanya merindukan sebuah kenangan jika yang membuat
kenangan itu adalahs eseorang yang tentu saja artinya kamu merindukan pula
orang yang membuat kenangan tersebut. Mungkin tepatnya kamu merindukan suatu
kenangan bersama sesorang yang tak bisa kamu ulangi kembali.. Boleh aku salahkan
hujan dan semesta yang berkonspirasi membuat kenangan menelusup ke dalam
kepalaku?
Hujan diluar
sudah reda, saatnya aku beranjak. Beranjak dari pikiranku yang terus saja tak
berhenti bekerja mengingat banyak hal. Boleh aku berikan dia waktu untuk
beristirahat sejenak? Kalau begitu ini saatnya, selamat beristirahat pikiranku
yang selalu bekerja sangat keras setiap harinya, terutama ketika hujan turun
mungkin kamu bekerja ekstra keras. Silahkan beristirahat sejenak, aku akan
memejamkan mataku dan pergi tidur malam ini. Selamat malam.
No comments:
Post a Comment