Saturday, September 7, 2013

# #lewatpukulsembilan

Tulisan di kala hujan.

Sore ini di luar turun hujan yang cukup deras, tak begitu lama, hanya selang 30 menit setelah panasnya hari ini. Kemarau ini mungkin butuh sedikit sesuatu yang basah, mungkin kemarau merindukan hujan untuk sesaat, sebuah pelukan dari tetes air hujan dan wangi petrichor yang menyejukkan. Hujan yang tidak terlalu deras dan aku yang duduk manis menatapnya, hanya aku dan pikiranku yang merindukan sesuatu dibalik hujan yang turun ini. Kembali tentang aku dan hujan, atau mungkin juga kamu dan rintik hujan yang jatuh berlomba dengan pikiranku siapakah diantara keduanya yang lebih cepat dalam membuatku mengingat sesuatu yang aku rindukan. Tak ada yang salah jika hujan ini mengingatkanku kembali padamu yang sudah pergi, karena memang begitu fungsinya, hujan ini seolah menjadi mesin waktu penghubung antara aku dan sebuah kenangan dari masa lalu yang begitu banyak dan tak mampu aku ingat satu persatu.
Aku duduk dengan posisi memeluk lutut di samping lampu tidur yang dinyalakan sore hari, aneh. Menyalakan lampu mungkin agar aku merasa hangat karena hujan turun cukup deras dan angin bertiup cukup kencang, namun mungkin tak ada korelasinya antara lampu tidur dan menghangatkan diri dari cuaca diluar sana. Sebuah ilustrasi yang aneh karena menjadi biasa itu sudah terlalu biasa.

Dibawah hujan ini, mari biarkan aku mengingat beberapa hal tentang kamu. Pertama, ,engenai kepergianmu yang kenangannya masih saja selalu dibawa kembali oleh hujan memang masih tergambar begitu jelas, aku mungkin bukan tidak bisa tanpamu, aku hanya terlalu takut menghadapi hari esok, terutama setelah tidak adanya kamu. Karena hari ini dengan adanya dirimu dan besok dengan tidak adanya dirimu adalah dua hal yang akan sangat berbeda, satu-satunya kesamaan diantara keduanya adalah tentang dirimu. Dirimu yang ada atau pun tidak ternyata aku tak bisa mengatur agar kamu tetap disini bersamaku. Karena memang tak ada lagi perasaanmu akan diriku bukanlah kuasaku, aku tak bisa mengaturnya agar tetap seperti yang pertama kali kamu berikan padaku. Karena memang perasaanmu yang sudah habis itu layaknya sebuah besi yang terkena korosi, layaknya batu yang terus menerus terkikis air, habis, digerogoti, dan perasaanmu pun ternyata begitu, habis digerogoti jaman. Sebenarnya aku tak mau menghabiskan waktuku dengan sia-sia hanya untuk menunjukkan padamu bahwa aku layak untukmu tapi ternyata kamu tidak mempedulikannya, membuang-buang waktu yang terlalu berharga. Jika perasaanku ini mungkin aku rawat dan aku jaga dengan baik selayaknya sebuah bunga yang selalu aku sirami setiap hari, aku berikan pupuk agar tumbuh dengan subur, ternyata tidak dengan kamu yang membiarkan perasaanmu habis terkikis begitu saja. Aku yang berjuang, kamu yang diam. Segala usaha bisa saja aku lakukan di hadapanmu hanya untuk membuatmu melihat bahwa aku bisa menjadi orang yang layak untukmu, bisa menjadi yang terbaik dan bisa menjadi apa yang kamu harapkan, tapi apa yang menjadi balasanmu nantinya memanglah bukan kehendakku dan aku tak bisa berbuat apa-apa, segala hal diluar diriku ini tentu saja bukan aku yang mengendalikannya termasuk dengan isi hati dan kepalamu pun bukan aku yang mengendalikannya. Semuanya terjadi atas kehendak siapa? Tentu saja kehendakmu dna atas izin tuhan.

Kedua, mengenai bagaimana hujan mampu membuat ingatanmu dengan seketika mampu membawa banyak ingatan dari masa lalu mungkin sebaiknya aku harus mengingat sebagian, karena jika tidak kelak hanya akan berakhir menjadi air mata, kata sebuah tulisan yang pernah aku baca. JIka aku mengingat semuanya, terlalu banyak hal untuk dikenang mungkin tak baik untuk diri ini, kelak berakhir menjadi air mati, atau akan rela membiarkan air mata mu sebanyak rintik hujan yang turun?

Tulisan ini semakin tidak beraturan, sama seperti rintik hujan yang jatuh. Tapi mungkin setidaknya akan meninggalkan bekas ketika kamu membacanya, walaupun akan hilang. Iya, hujan meninggalkan bekasnya, yaitu basah yang tersebar di seluruh permukaan bumi namun nantinya akan menghilang kembali, semoga tulisan tidak beraturan ini hanya akan meninggalkan bekas bagi kamu yang membacanya dan tidk akan hilang menguap entah kemana. Masih boleh untuk di lanjutkan?

Ketiga, hujan di luar sana akan membuatmu basah jika kamu tidak punya tempat untuk berlindung dan untuk itu lah kamu perlu sebuah rumah untuk berlindung setidaknya agar kamu tetap kering dan tidak terkena basah dari tetesan air hujan yang bisa saja membuatmu sakit, sebuah rumah yang nyaman untukmu berlindung. Kita bisa ibaratkan sebuah pelukan sebagai rumah, yang kita anggap sebagai tempat untuk berlindung dan tempat untuk kembali ketika kita merasa hari kita terlalu berat untuk dilalui, sebuah pelukan yang nyaman dimana kita berlindung disana dan merasa bahwa ketika kita kembali semua penat kita mungkin bisa hilang walaupun hanya sebentar saja. Kita bisa ibaratkan hujan adalah sesuatu yang menjadi masalah dalam hidup kita, ketika kita terkena basah adalah saat dimana kita merasa benar-benar terkena dalam masalah yang cukup berat lalu kita berlari menuju rumah untuk berlindung dan setidaknya kita menemukan apa itu teduh untuk berlindung dari hujan di dalam rumah, dan begitu pula pelukanmu sampai saat ini adalah tempat yang dengan bangganya aku sebut sebagai rumah, semoga sebuah pelukan tetap menjadi pelukan ternyaman untuk kembali ketika lelah dan semua hal terasa berat untuk dilalui. Semoga.

Mari bertaruh denganku, apa saja yang bisa dibawa oleh hujan selain kenangan dan ingatan akan beberapa hal penting dan menyenangkan yang datang dari masa lalu? Nampaknya tetesan air hujan yang turun dan menjadi kumpulan kubangan rindu. Sebenarnya sosokmu tak pernah hilang dari kepalaku sama seperti hujan ini, sekalipun dia pergi tetap saja akan kembali lagi. Hujan masih akan turun di kemudian hari dan kamu pun. Segalanya berawal pada hujan malam itu, kita bersama melewatinya dengan penuh sukacita, berbagi tawa, berbagi cerita, berbagi bahagia, yang berakhir dengan kita yang saling menghangatkan. Lalu, temukan apa saja yang bisa kau temukan di kala hujan, ada banyak sekali hal yang bisa memenuhi seisi kepalamu, termasuk rasa rindu akan inginnya kembali pada sebuah masa dimana kamu merasa begitu bahagia dengan orang-orang terdekat dalam hidupmu. Katanya, terkadang kamu hanya merindukan kenangannya saja bukan merindukan orangnya. Lalu? Bagaimana bisa hanya merindukan sebuah kenangan jika yang membuat kenangan itu adalahs eseorang yang tentu saja artinya kamu merindukan pula orang yang membuat kenangan tersebut. Mungkin tepatnya kamu merindukan suatu kenangan bersama sesorang yang tak bisa kamu ulangi kembali.. Boleh aku salahkan hujan dan semesta yang berkonspirasi membuat kenangan menelusup ke dalam kepalaku?

Hujan diluar sudah reda, saatnya aku beranjak. Beranjak dari pikiranku yang terus saja tak berhenti bekerja mengingat banyak hal. Boleh aku berikan dia waktu untuk beristirahat sejenak? Kalau begitu ini saatnya, selamat beristirahat pikiranku yang selalu bekerja sangat keras setiap harinya, terutama ketika hujan turun mungkin kamu bekerja ekstra keras. Silahkan beristirahat sejenak, aku akan memejamkan mataku dan pergi tidur malam ini. Selamat malam.




No comments:

Post a Comment