Yup. Masalah terbesar manusia-manusia saat ini adalah membandingkan hidupnya dengan orang lain sehingga tak jarang pada akhirnya banyak manusia yang menghalalkan segala cara agar hidupnya menyerupai orang lain.
Media social is root of the problems, i think. Apalagi instagram, racun.
Kalau kata orang-orang, instagram itu cuma berisi orang-orang kaya, sekarang apa ada orang-orang miskin yang pamer kemiskinannya di instagram? Tentu saja tidak, kalau orang kaya pamer kekayaannya ya hampir semuanya seperti itu.
Katanya baik dan buruknya social media kembali lagi kepada kita sebagai penggunanya, kembali lagi kepada kita dalam memilih siapakah yang kita ikuti di social media, tapi apakah segala yang ada di social media bisa kita atur dengan sedemikian rupa? Tentu saja tidak, pada akhirnya pun kita akan melihat apa yang sebelumnya tak ingin kita lihat. Saya salah satu korbannya.
Tujuan awalnya semua akun social media ya memang untuk membagikan keseharian, membagikan moment membagikan kebahagiaan, membagikan apapun, iya apapun, termasuk sesuatu yang dianggap orang lain sebagai bentuk kesombongan. Iya, dari semua yang dipaparkan di kalimat sebelumnya tentu akan menjadi hal yang berbeda bagi setiap orang, keseharian, moment dan kebahagiaan bagi setiap orang itu berbeda dan tak semua orang yang punya akun media sosial pun mau membagikan itu semua di media sosial. Semacam artis ya kesehariannya pasti dibagikan di media sosial, kekayaannya atau apapun, ya wajar, itu yang mereka punya.
Atau selebgram?
Dengan segambreng endorsenya dan gaya hidupnya yang selalu tampak menyenangkan seolah tanpa celah padahal mereka pun sama manusia biasa seperti kita semua dan sering saja masih menjadi objek caci maki netizen yang pada dasarnya adalah mereka mungkin sebenarnya hanya "iri" sebab mereka tak bisa menjadi seperti apa yang mereka lihat di media sosial. Dan lagi, maha benar netizen dengan segala firmannya..
Bagi saya, racun social media ini nggak hanya berasal dari tipikal public figur semacam selebgram atau artis papan atas yang setiap hari ada di televisi, kalau tolak ukur kehidupan kita selalu menggunakan tolak ukur kehidupan orang lain, ya tentu saja kita tidak akan pernah sampai disana, sulit, sulit untuk menyamakan agar setara. Karena hakikatnya kita hanya mengejar apa yang kita inginkan bukan apa yang kita butuhkan. Mereka yang memamerkan "kebahagiaannya" di media sosial dijadikan role model oleh netizen. Padahal sesungguhnya poin dari itu semua hanyalah tingga bersyukur dengan apa yang sudah kita punya, tapi kenyataannya tidaklah semudah itu. Setiap orang bisa berbahagia dengan caranya sendiri, tak melulu karena kemewahan dan harta yang dikerjar.
Selain dari influencer seperti selebgram dan artis ternyata racun ini bisa berasal dari teman-teman kita sendiri mungkin, bagi saya sih iya. Kadang, tujuan awalnya orang-orang share kesehariannya adalah untuk berbagi, tapi fungsi media sosial adalah supaya kita bisa dilihat orang lain. Iya, kan?
Bagi saya sendiri, social media mulai menjadi hal mengerikan dan menyebalkan ketika saya merasa ingin menjadi seperti orang lain, ketika lihat orang lain pergi ke tempat A saya ingin juga kesana, ketika lihat orang lain pakai trend B saya ingin coba juga, ketika orang lain makan di tempat makan C saya ingin coba juga. Dan hal-hal seperti ini yang nggak ada habisnya kalau dikejar terus-menerus. Belum lagi kadang minder lihat teman-teman yang update atau posting di social media sudah kerja di perusahaan bagus dan punya posisi enak di pekerjaannya sementara kadang kita berpikir kita masih begini-begini saja, lihat teman yang kayaknya happy banget dengan pekerjaannya, atau lihat teman-teman di lingkungan sekitarmu yang satu persatu mulai posting tentang pertunangannya, pernikahannya, anak pertamanya dan kehidupan baru di rumah tangganya... Never enough.
Lalu pernah saya menemukan sebuah pembahasan mengenai, kalau kamu nggak suka ya unfollow supaya kamu nggak lihat hal-hal yang kamu nggak suka. Well, social media ini luas dan amat sangat sulit dihentikan. Irreversible and unstoppable. Apa yang sudah kita tulis dan kita sampaikan akan sulit untuk kita tarik kembali karena akan jadi sesuatu yang "abadi" di social media, mengapa? Karena sekalipun kita sudah menghapusnya selalu ada orang yang sudah mendokumentasikan atau masih tersimpan di mesin pencarian google. Karena itulah kita nggak bisa membendung dan menghindari apa yang ingin kita lihat karena pada akhirnya kita tertuju pada hal-hal yang sebelumnya tak ingin kita lihat.
Social media ini nampaknya jadi sesuatu yang makin tak terbendung, dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum semacam penyebar informasi hoax, dan nggak sedikit pula yang menjadi korban. Serius sih, kalau dipikirn bikin pusing sendiri. Ya mikirin ingin gaya hidupnya seperti orang lain, ya ingin ikutin segala trend yang ada, ya kebanyakan berita nggak benar, segalanya seolah-olah kacau kalau kita nggak bisa filter dengan baik.
Sampai akhirnya kemarin sempet coba 1 minggu saya non aktif akun instagram dan cuma buka instagram kantor dan online shop untuk posting, scrolling sebentar lalu close lagi. Dan berhasil selama 1 minggu, rasanya? Tenang sih lega, nggak terlalu banyak tahu hal-hal yang sebelumnya memang nggak mau kita tahu. Nggak lihat banyak hal yang menyebalkan, nggak lihat banyak hal dengan nuansa kemewahan, akhirnya saya alihan dengan membuka social media twitter yang isinya penuh jokes receh dan cuma tulisan doang, saya lebih suka iri sama orang yang tulisannya bagus ketimbang iri sama hidup orang lain di instagram. Hahahaha serius, nampaknya butuh detox media social dengan durasi agak lama untuk menenangkan jiwa dan raga. Jika embel-embel hilang dari social media nanti nggak tahu kabar teman-teman? Ya tanya langsung lah sama yang bersangkutan.
Well, that's my thought..
Baik buruknya social media untuk hidup kamu tentu saja kembali pada diri sendiri, kunci utamanya adalah bersyukur dan jangan jadikan gaya hidup orang lain sebagai tolak ukur kehidupan kamu, setiap orang sudah punya jalan hidupnya masing-maisng, Tuhan sudah merencanakannya dengan sedemikian rupa. Berhenti membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain, jika bagimu kehidupan di luar sana membuatmu terlalu banyak sakit hati, ya hindari, menutup diri jauh lebih baik untuk kesehatan mentalmu, ketimbang harus mendapati hal-hal yang tidak menyenangkan. Karena pada akhirnya kamu nggak bisa berbuat apa-apa selain menerima apa yang sudah ada di dalam hidupmu, tak apa kamu punya mimpi yang ingin kamu kejar tapi jangan sampai menjadikanmu ingin seperti orang lain dengan menghalalkan segala cara dan memaksakan kehendak. Jangan lupa, bisa jadi hidup yang kamu jalani saat ini adalah hidup yang diidamkan oleh orang lain.. Intinya, stop compairing your life with others, kamu adalah kamu, nggak bisa disamakan apalagi dibandingkan dengan orang lain. Ciptakan kebahagiaan dengan caramu sendiri dan bersyukur dengan apa yang sudah ada di hidupmu.
Atau selebgram?
Dengan segambreng endorsenya dan gaya hidupnya yang selalu tampak menyenangkan seolah tanpa celah padahal mereka pun sama manusia biasa seperti kita semua dan sering saja masih menjadi objek caci maki netizen yang pada dasarnya adalah mereka mungkin sebenarnya hanya "iri" sebab mereka tak bisa menjadi seperti apa yang mereka lihat di media sosial. Dan lagi, maha benar netizen dengan segala firmannya..
Bagi saya, racun social media ini nggak hanya berasal dari tipikal public figur semacam selebgram atau artis papan atas yang setiap hari ada di televisi, kalau tolak ukur kehidupan kita selalu menggunakan tolak ukur kehidupan orang lain, ya tentu saja kita tidak akan pernah sampai disana, sulit, sulit untuk menyamakan agar setara. Karena hakikatnya kita hanya mengejar apa yang kita inginkan bukan apa yang kita butuhkan. Mereka yang memamerkan "kebahagiaannya" di media sosial dijadikan role model oleh netizen. Padahal sesungguhnya poin dari itu semua hanyalah tingga bersyukur dengan apa yang sudah kita punya, tapi kenyataannya tidaklah semudah itu. Setiap orang bisa berbahagia dengan caranya sendiri, tak melulu karena kemewahan dan harta yang dikerjar.
Selain dari influencer seperti selebgram dan artis ternyata racun ini bisa berasal dari teman-teman kita sendiri mungkin, bagi saya sih iya. Kadang, tujuan awalnya orang-orang share kesehariannya adalah untuk berbagi, tapi fungsi media sosial adalah supaya kita bisa dilihat orang lain. Iya, kan?
Bagi saya sendiri, social media mulai menjadi hal mengerikan dan menyebalkan ketika saya merasa ingin menjadi seperti orang lain, ketika lihat orang lain pergi ke tempat A saya ingin juga kesana, ketika lihat orang lain pakai trend B saya ingin coba juga, ketika orang lain makan di tempat makan C saya ingin coba juga. Dan hal-hal seperti ini yang nggak ada habisnya kalau dikejar terus-menerus. Belum lagi kadang minder lihat teman-teman yang update atau posting di social media sudah kerja di perusahaan bagus dan punya posisi enak di pekerjaannya sementara kadang kita berpikir kita masih begini-begini saja, lihat teman yang kayaknya happy banget dengan pekerjaannya, atau lihat teman-teman di lingkungan sekitarmu yang satu persatu mulai posting tentang pertunangannya, pernikahannya, anak pertamanya dan kehidupan baru di rumah tangganya... Never enough.
Lalu pernah saya menemukan sebuah pembahasan mengenai, kalau kamu nggak suka ya unfollow supaya kamu nggak lihat hal-hal yang kamu nggak suka. Well, social media ini luas dan amat sangat sulit dihentikan. Irreversible and unstoppable. Apa yang sudah kita tulis dan kita sampaikan akan sulit untuk kita tarik kembali karena akan jadi sesuatu yang "abadi" di social media, mengapa? Karena sekalipun kita sudah menghapusnya selalu ada orang yang sudah mendokumentasikan atau masih tersimpan di mesin pencarian google. Karena itulah kita nggak bisa membendung dan menghindari apa yang ingin kita lihat karena pada akhirnya kita tertuju pada hal-hal yang sebelumnya tak ingin kita lihat.
Social media ini nampaknya jadi sesuatu yang makin tak terbendung, dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum semacam penyebar informasi hoax, dan nggak sedikit pula yang menjadi korban. Serius sih, kalau dipikirn bikin pusing sendiri. Ya mikirin ingin gaya hidupnya seperti orang lain, ya ingin ikutin segala trend yang ada, ya kebanyakan berita nggak benar, segalanya seolah-olah kacau kalau kita nggak bisa filter dengan baik.
Sampai akhirnya kemarin sempet coba 1 minggu saya non aktif akun instagram dan cuma buka instagram kantor dan online shop untuk posting, scrolling sebentar lalu close lagi. Dan berhasil selama 1 minggu, rasanya? Tenang sih lega, nggak terlalu banyak tahu hal-hal yang sebelumnya memang nggak mau kita tahu. Nggak lihat banyak hal yang menyebalkan, nggak lihat banyak hal dengan nuansa kemewahan, akhirnya saya alihan dengan membuka social media twitter yang isinya penuh jokes receh dan cuma tulisan doang, saya lebih suka iri sama orang yang tulisannya bagus ketimbang iri sama hidup orang lain di instagram. Hahahaha serius, nampaknya butuh detox media social dengan durasi agak lama untuk menenangkan jiwa dan raga. Jika embel-embel hilang dari social media nanti nggak tahu kabar teman-teman? Ya tanya langsung lah sama yang bersangkutan.
Well, that's my thought..
Baik buruknya social media untuk hidup kamu tentu saja kembali pada diri sendiri, kunci utamanya adalah bersyukur dan jangan jadikan gaya hidup orang lain sebagai tolak ukur kehidupan kamu, setiap orang sudah punya jalan hidupnya masing-maisng, Tuhan sudah merencanakannya dengan sedemikian rupa. Berhenti membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain, jika bagimu kehidupan di luar sana membuatmu terlalu banyak sakit hati, ya hindari, menutup diri jauh lebih baik untuk kesehatan mentalmu, ketimbang harus mendapati hal-hal yang tidak menyenangkan. Karena pada akhirnya kamu nggak bisa berbuat apa-apa selain menerima apa yang sudah ada di dalam hidupmu, tak apa kamu punya mimpi yang ingin kamu kejar tapi jangan sampai menjadikanmu ingin seperti orang lain dengan menghalalkan segala cara dan memaksakan kehendak. Jangan lupa, bisa jadi hidup yang kamu jalani saat ini adalah hidup yang diidamkan oleh orang lain.. Intinya, stop compairing your life with others, kamu adalah kamu, nggak bisa disamakan apalagi dibandingkan dengan orang lain. Ciptakan kebahagiaan dengan caramu sendiri dan bersyukur dengan apa yang sudah ada di hidupmu.
No comments:
Post a Comment