Kepada kamu,
Selamat pagi, siang, sore, atau mungkin malam ketika kamu membaca ini dimana pun kamu berada dan sedang apa pun kamu saat ini, entah sedang duduk manis, tidur terlentang, sedamg bersantai, rebahan, atau apa pun itu yang jelas ini ada sebuah surat yang harus kamu baca setidaknya hingga selesai, bacalah terlebih dahulu surat ini sebelum nantinya boleh kamu abaikan (dengan cara apa pun itu).
Hai kamu, yang (kemungkinan besar) sudah lebih berbahagia dari aku yang bahagianya (mungkin) (selalu) kamu renggut. Bagaimana rasanya berbahagia dengan posisi yang tak kamu sadari ada aku sebagai pihak yang terus saja kamu abaikan, bagaimana rasanya? (Menyenangkan bukan?)
Bagaimana rasanya menjadi kamu saat ini? Ada atau tiada nya diriku tak berpengaruh apa-apa bukan? Ada atau tiadanya diriku ini tak berarti apa-apa dalam hidupmu itu, ah siapa lah aku ini..
Oh iya, apa kabarnya dengan hatimu yang (nampaknya) tak ada kurangnya sedikitpun, sudahlah aku tahu, disini aku hanyalah pihak yang jika hatinya hancur berkeping-keping pun takkan pernah mendapat perhatian sedikit pun darimu. Tapi bodoh nya diriku ini, selalu membiarkanmu ada di pikiranku. Bukan hanya ada, tapi mungkin kamu menetap di pikiran ini hingga nanti saatnya kamu harus pergi. Aku hanya belum tahu bagaimana cara melupakan kamu, belum tahu bagaimana cara untuk tidak mengingat kamu, belum tahu bagaimana cara untuk tidak merindukanmu dan mengharapkanmu juga belum tahu bagaimana untuk mengabaikan kamu yang mengabaikanku ini. Ah jika saja kau tak memulai ini ini semua, mungkin hidupku (bisa jadi) sudah baik-baik saja dan bahkan (mungkin) jauh lebih baik.
Dengan ini semua, aku hanya ingin menyampaikan sebuah permintaan untukmu.. Permintaanku mudah saja, permintaanku hanyalah, yaitu jangan pernah menampakkan dirimu lagi di hadapanku, setidaknya hingga hati dan pikiranku ini sudah sanggup untuk menghapus semua tentang kamu, agar aku tak mengingat apa-apa saat nanti tuhan tak sengaja membuat kamu hadir di hadapanku. Rasanya aku (mungkin) belum sanggup untuk menghadapi kuasa tuhan jika aku ini harus dipertemukan denganmu dalam suatu suasana dimana kita tak lagi berdua.. Semoga takdir tuhan dan realita selalu berpihak pada hal baik, khususnya tentang kamu yang aku berharap agar (selalu) dijauhkan, semoga semesta tak pernah berkonspirasi untuk mempertemukan aku denganmu saat kamu (mungkin) sedang bersamanya dan aku harus menyaksikannya dengan mata dan kepalaku sendiri.. Setidaknya hingga nanti aku sudah siap dengan keadaan seperti itu.
Lalu apa yang akan terjadi jika kelak hal yang aku takutkan semacam itu menimpa hidupku? Apakah dunia seketika akan runtuh? Atau aku akan kejatuhan runtuhan bangunan atau puing-puing bangunan layaknya setelah terkena gempa bumi? Hahaha bodoh, aku sering kali menertawakan imajinasiku yang sedikit sinting, dan aku juga sering kali memergoki logika ku menertawakan perasaanku yang bodoh, hahaha dia adalah perasaanku yang kerap kali ingin dituruti maunya.. Dia sedikit manja, dan kadang memaksa, atau mungkin tak terkendali.
Tapi, ini hanyalah aku, aku yang sedang ada dalam tahap untuk melepaskan segala hal tentang kamu. Begitulah, perlahan tapi pasti, aku menikmati hari-hari yang aku jalani tanpamu. Ketika semuanya selesai dan kini aku harus berjalan sendiri, semuanya memang berat pada awalnya namun tetap harus aku nikmati itu. Semenjak aku tahu bahwa perpisahan adalah hal yang paling tidak menyenangkan yang pernah terjadi dalam hidupku, baiknya aku tak mau mengalami itu berkali-kali atau pun sering-sering. Juga semenjak kamu memutuskan untuk memilih bahwa perpisahan kita adalah hal yang paling baik untukmu (tapi tidak bagiku), semenjak itu pula aku berpikir apakah semua ini ada hikmahnya untukku? (Yang nampaknya lebih sering membuat kepalaku kacau seperti ingin meledak, dibanding berpikir dengan menyenangkan). Semenjak itu pula lah aku harus terus-menerus bersabar, menahan diri dan mengingat bahwa semua yang terjadi tentu saja atas rencana tuhan dan itu tentu merupakan sebuah (mungkin) kebaikan bagiku. Tak ada hal yang tak ada hikmahnya, tentu semua memiliki hal yang kelak akan bisa kita ambil nilainya.
Tapi nyatanya hingga detik ini aku belum menemukan apa yang menjadi hal baik bagiku setelah perpisahan itu, yang terjadi padaku hanyalah aku yang terus menerus berbuat bodoh dengan terus saja memikirkanmu. Segala yang aku lakukan kemudian selalu terasa salah, bagaikan tak ada lagi hal benar yang bisa aku perbuat.
Mengiyakanmu, salah.
Mengabaikanmu, terasa sangat salah.
Mempedulikanmu, sebuah kesalahan yang payah.
Merindukanmu, kesalahan yang fatal.
Meyakinkan diri bahwa kamu masih bertingkah baik padaku, tentu itu adalah sebuah kebodohan yang paling bodoh. Tak apa, setidaknya aku menyadarinya, dibanding kamu yang bahkan aku-tak-tahu-apakah-kamu-memikirkannya-atau-tidak.
Semua ini terjadi tentu saja atas kehendak tuhan, segala pertemuan, segala perpisahan, tentu saja roda hidup terus berputar pada porosnya dan semua hal yang terjadi tidak akan selalu seperti yang kamu inginkan. Kamu bisa susun rencana apa pun bersama siapa pun, dimana pun dan kapan pun kamu mau, entah itu tentang percintaanmu, karirmu atau apa pun tapi ketahuilah bahwa rencana tuhan selalu lebih baik dari rencanamu, ingatlah bahwa tuhan selalu memberi yang lebih baik bagimu dengan cara yang tak pernah kamu prediksikan. Segala harapanmu akan jadi nyata, tanpa kamu sadari... Dan perpisahan yang terjadi dalam hidupku ini adalah proses dalam perjalanan hidupku yang baiknya aku nikmati saja sekalipun menyakitkan. Lalu, terimakasih, terimakasih untuk segala pengalaman hidup ini, untuk segala pelajaran hidup ini, tetap lah menjadi sesuatu yang bermakna bagiku, semesta. Karena aku takkan pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari pada hidupku ini, semesta yang akan membimbingku apakah itu menjadi baik atau tidak, menjadi orang yang kuat atau tidak, mengenai ini, ku ucapkan lagi terimakasih kepada semuanya, dunia ini adalah hal terbaik yang pernah ada. Semoga semua tetap berjalan sebagaimana mestinya :)
Tertanda,
Aku yang belum bosan mengirimimu surat
No comments:
Post a Comment