Sunday, May 12, 2013

# Menulis

Tentang Rindu

Ketika keinginan diri untuk memenuhi kemauan dari rasa rindu yang tak terbendung berbanding lurus dengan rasa sakit yang dihadirkan sesaat setelah rindu menemukan pelipur nya.
Ketika aku memutuskan untuk memenuhi maunya hati dan diri ini untuk melepaskan rindu yang sudah tak terbendung lagi ini, sayangnya selalu dengan orang yang salah rindu ini dijatuhkan.
Sehingga yang aku dapat bukanlah rasa lega atas rindu yang aku rasa ini, hanyalah kecewa yang aku rasa, kecewa karena rasa rindu ini dijatuhkan pada orang yang salah sehingga rindu ini seolah-olah tak layak untuk mendapatkan sebuah balasan.
Memangnya rindu bisa memilih pada siapa dia dijatuhkan? Tidak.
Aku sendiri yang memilih untuk memenuhi keinginanku ini, namun aku sendiri yang menyesalinya.
Rindu ini terkadang membuatku seolah menjadi manusia paling bodoh yang pernah ada di bumi ini, rindu ini selalu membuat logika dan hati bertabrakan. Bersebrangan. Bertolak belakang.

Maunya hati ini, menemuimu untuk melepas rindu. Maunya logika ini jagalah perasaan diri sendiri agar tak lagi tersakiti. Ini semua membuatku seolah aku lah yang tak mampu mengendalikan rindu ini, dia selalu berusaha agar terpenuhi, sementara aku tak mau.
Andai saja diri ini mau untuk tersadar dan sedikit saja tahu diri bahwa rindu ini tak layak untuk diperjuangkan lagi.

Bukan hanya aku saja yang sebaiknya harus tahu diri, begitu pun kamu yang sebaiknya harus tahu diri karena kamu sudah menjadi milik orang lain dan aku bukan siapa-siapamu lagi. Dan kamu bukan milikku, iya, bukan.
Ketika aku menetapkan pilihan kemudian kamu mengiyakan, lalu kamu juga yang membuatnya goyah, ingatkah kamu sudah berapa banyak janji yang kamu iyakan dan kamu lupakan lagi?
Aku hanya merasa aku layaknya seorang manusia bodoh yang berada di posisi seperti ini. Sementara (mungkin) kamu sudah bahagia dengan dia yang sudah kamu pilih dalam hidupmu, lantas kenapa aku masih harus diselipkan dalam hidupmu untuk hal itu?
Apa yang kamu pikirkan sebenarnya? Ah aku tak pernah tau. Dan mungkin aku tak perlu tahu.
Hanya satu-satunya yang perlu kamu tahu adalah disini mungkin aku adalah pihak yang tak pernah lagi kamu pedulikan perasaannya.. Apakah itu hancur atau terluka, iya, kamu takkan lagi pedulikan itu.
Aku adalah pihak yang mungkin menikmati bahagiamu bersama yang lain, ketika segala indah kau rasakan, sementara kamu menikmatinya, aku belum mampu mengeja apa itu rasa lega setelah mengikhlaskan sesuatu yang telah pergi. Bukan tidak, tapi belum, suatu hari, akan.
Lantas mengapa aku harus memperdulikan siapa yang akan memperdulikan perasaanku ini? Untuk apa aku mencari yang akan memperdulikan perasaan yang harus diperdulikan ini? Aku bingung.
Kembali lagi berkutat dengan rasa rindu yang semakin lama semakin menjemukan da memuakkan, tak terbatas, tak tahu diri, namun penuh keragu-raguan, dia bisu, namun tak tahu malu.. Menenun pilu..
Tak ada yang lebih indah dari rasa rindu yang terbalaskan, dan begitupun sebaliknya tak ada yang lebih sakit dari rasa rindu yang tak terbalaskan. Entahlah dengan nasibku yang menjatuhkan rindu pada orang yang salah, dia sebaiknya hanya tersimpan rapat dan tak boleh terungkap, atu dibuang jauh... Namun kelak dia akan tahu kemana dia harus bermuara.
Rindu tak pernah bisa mengendalikan dirinya kepada siapa dia harus dijatuhkan, kepada siapa dia berarah, untuk itulah kamu ada, sebagai penunjuk arah dari segala rasa rinduku... Jika seringkalai dia salah, untuk itulah ada kamu, agar membuatnya benar dan mengarah kepadamu...
Ah, memangnya cinta dan rindu selalu tahu jalan yang benar tanpa menemukan rintangan? Tidak.

Katanya perjuangan dalam rintangan itu lah yang membuat sebuah cinta menjadi hal yang lebih indah untuk dijaga.
Namun tak semuanya mau untuk berjuang demi cintanya masing-masing, menyerah dan putus asa mungkin selalu menjadi alasan atas itu semua. Entahlah, aku tak tahu lagi harus berkata apa, selamat malam adalah satu-satunya hal tepat mungkin.
Selamat malam, dan biarkan rindu ini lepas bebas kemana pun dia mau. Selamat malam.

No comments:

Post a Comment