Tuesday, January 2, 2018

# Life Lessons

Life Lessons #3


Pernah berada di fase dimana kamu rasa sangat sulit sekali mengikhlaskan segala sesuatu yang terjadi di dalam hidupmu? Tentu saja sering, bukankah sepanjang perjalanan dalam hidupmu akan kamu temukan banyak hal yang seringkali menyakitkan dan menyulitkan? Sampai akhirnya yang kamu bisa lakukan hanyalah mengikhlaskannya.. Ikhlas, merelakannya sampai kamu benar-benar merasa itu baik-baik saja di hidupmu. Entah dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau mungkin bahkan memakan waktu yang cukup lama.. Mengucapkannya amat sangat mudah, melakukannya dalam kehidupan ini yang sulit. Bagiku sungguh teramat sulit.

Kapankah kamu merasa bahwa kamu telah ikhlas dengan sesuatu yang terjadi di hidupmu? Itu adalah ketika kamu berhenti memikirkannya dan merasa tak ada lagi yang harus dirisaukan atau mengganggu pikiranmu. Ikhlas adalah ketika kamu merasa bahwa ada hal baik yang direncankan oleh tuhan sehingga kamu harus menerimanya, ketika kamu berbaik sangka kepada segala hal yang terjadi dan menjalaninya tanpa ada sesuatu yang terasa mengganjal. Ketika sesuatu itu tidak lagi kamu keluhkan di hari-harimu, ketika itu juga mungkin saatnya kamu menerima segala yang terjadi.

Semudah itukah?
Hal terakhir dalam kehidupanku yang mungkin memakan waktu lama sekali untuk ku ikhlaskan adalah ketika seseorang yang selama ini menjadi teman dalam segala urusan sehari-hari, tempat berkeluh kesah dan berbagi cerita, seseorang yang sangat disayangi, seseorang yang selama lebih dari dua tahun selalu ada di setiap harinya lalu tiba-tiba pergi untuk sebuah alasan yang masih kurang masuk akal menurutku. Butuh waktu sangat lama hingga akhirnya aku bisa mengikhlaskan tanpa mengingat lagi luka-luka yang pernah ditorehkan. Butuh waktu bertahun-tahun untuk bahkan tak lagi mengingat lagi segala tentangnya, butuh waktu cukup lama untuk mencoba memberitahu diri ini bahwa hal itu tak berguna untuk dilakukan. Nyaris hampir 5 tahun aku menghabiskan waktu dengan sia-sia hanya untuk merenungi mengapa ini harus terjadi kepadaku, merenungi mengapa harus aku yang berada di posisi ini. Menikmati segala sakit yang ditorehkan dan semakin lama merasa nyaman menikmati luka itu. Dan aku benci masa-masa itu.

Ketika banyak orang mengatakan "move on dong, sudah bertahun-tahun masih stuck sama yang itu-itu saja" it isn't easy to be me, it isn't easy being a girl who can't move on, like me. Butuh sosok orang "baru" yang benar-benar menjadi seseorang untuk singgah sampai akhirnya aku mampu mengikis segala luka itu sedikit demi sedikit. Percayalah, mengolok-olok diriku sebagai perempuan yang susah move on bukanlah hal yang lucu, bukan hal menyenangkan berada di posisi seperti ini. Menikmati rasa sayang dan juga luka sendirian. Sampai nyaris mati rasa.

Find someone new.
Satu-satunya hal paling manjur mengobati dalam hidup ini adalah waktu dan juga menemukan orang baru. Bagiku bertemu orang baru bukan berarti aku menjadikannya pelarian, tapi artinya aku menemukan dunia baru lagi dengan seseorang yang baru. Jika sebelumnya aku tertahan masa lalu karena seluruh fokusku masih tertuju pada seseorang di masa lalu tersebut, lain halnya ketika aku sudah menemukan orang baru. Jika sebelumnya segala rasa sayang dan seluruh isi kepala hanya tertuju pada seseorang di masa lalu, ketika kamu menemukan orang baru tentu saja ada objek lain yang akan menggantikan seseorang di masa lalu itu. Tidak, tidak berarti seseorang baru tersebut menjadi pelarian dari masa lalu, melainkan seseorang baru tersebut yang mau dengan baik hatinya mengizinkan dirinya untuk mengajakmu berjuang melewati luka dan melepaskan segala masa lalu yang mungkin masih terasa mengikat.
It works, for me.

Sampai pada akhirnya aku berada di titik di mana akhirnya aku benar-benar harus ikhlas bahwa semua angan-angan di masa lalu harus dilepaskan begitu saja, segala harap, segala rencana dan segala mimpi yang dulu pernah dirancang bersama seseorang di masa lalu rupanya hanya sekadar rencana dan mungkin takkan pernah menjadi nyata. Setidaknya aku belajar, bahwa luka itu menguatkan, luka itu mengajarkanku untuk ikhlas, luka itu mengajarkanku untuk menerima bahwa segala hal di dunia ini tak selalu berjalan sesuai ekspektasi, prepare yourself for the worst. 

Bahwa ternyata mengikhlaskan tak hanya cukup sampai disitu, perjalanan hidup yang masih panjang ini rupanya masih menuntunku untuk harus mengikhlaskan luka-luka yang lainnya. Rasa sakit yang ternyata masih ada, tak melulu tentang cinta, segala hal yang dirasa menggaunggu pikiran dan hatiku, mungkin itu pula lah yang aku rasa harus aku ikhlaskan. Seperti ketika aku harus menerima dengan ikhlas setelah lulus kuliah harus berjuang sendirian tanpa teman-teman seperti masa kuliah, atau bentuk-bentuk rasa sakit hati lainnya, atau bentuk-bentuk kekecewaan dan rasa dikhianati lainnya yang sejujurnya jika diingat terus menerus seolah merusak mental, rasanya segala kecewa dan sakit hati yang belum diikhlaskan itu menuntunku untuk melakukan hal-hal diluar nalar sebagai bentuk rasa kecewa yang ingin disampaikan. Bisa saja aku menunjukkan rasa kecewaku dengan mungkin membalas setiap perlakuan orang lain kepadaku atau bahkan lebih dari yang mereka lakukan padaku, bisa saja aku berbuat apa yang mungkin orang-orang yang sedang kecewa akan lakukan. But the point is, aku memilih untuk ihkhlas dan mati rasa saja dengan segala kemungkinan yang ada.

Until all you have to do is accepted every single things in your life.

Segala luka ini mungkin bukan tanpa alasan, mereka hadir untuk menguatkan kita di masa depan. Masa lalu yang penuh dengan luka ini kiranya akan jadi pelajaran untuk kita kelak.
Ketika ada pilihan untuk membalas perbuatan tidak menyenangkan dari orang lain, yang aku pilih adalah menerimanya dengan ikhlas bahwa mungkin kesalahan bukan hanya terletak pada orang lain, juga ada padaku, dan akhirnya menerima semuanya dengan ikhlas. Sampai kamu memilih untuk melupakannya.

Be happy, you deserve it.

No comments:

Post a Comment