Saturday, December 8, 2012

# Cerpen Ala-Ala

Terjebak nostalgia.

Masih terikat dengan orang yang sama namun tentu dalam waktu yang berbeda.
Malam itu, tak sengaja aku menemukan sosokmu yang tersimpan di laci meja kayu tempat dimana aku menaruh lampu tidurku, aku menemukanmu dalam bentuk sebuah gambar dimana kita tersenyum manis disana, berdua. Ketika aku mengobrak-abrik isi laci dengan cemas mencari flashdisk ku yang berharap akan ku temukan disana karena mungkin aku lupa menyimpannya tapi ternyata yang aku temukan adalah sosok kita dengan tawa riang di masa lalu. Iya, kamu. Masa lalu, begitu aku mengejamu.
Terkaget, melemah, sekujur tubuh berubah menjadi dingin padahal aku tahu saat itu tidak ada angin berhembus di sekelilingku, tak ada apapun disana dan aku yakin jendela tertutup rapat,  suhu kamar yang tetap, dan aku yakin bahwa di kamarku tidak ada pendingin ruangan apapun, aku-terbujur-kaku. Mengapa harus aku temukan lagi? Mengapa aku mencari flashdisk ku di laci kayu yang nyaris tak pernah aku sentuh dan bahkan aku buka selama ini, aku nyaris melupakan keberadaannya, bahkan aku pernah ingin menguncinya rapat lalu aku buang jauh kuncinya, hingga tak pernah bisa aku buka lagi. Entah apa yang merasukiku, enatah apa yang membisiki ku, entah apa yang terjadi pada isi kepalaku, entah apa yang mempengaruhi impuls ku untuk bergerak menghampiri laci itu. Tak sengaja malam ini mempertemukanku dengan sebuah potret di masa lalu, masa dimana kami masih bahagia bersama, masa dimana kami suka menghabiskan sore dan menikmati senja berdua di taman belakang rumah ini sembari di temani secangkir teh panas dengan asap nya yang mengepul menambah hangatnya perbincangan kami setiap sore nya. Beberapa jam yang menjadi momen terindah dalam hidupku, saat-saat ternyaman adalah bersamamu. Teh panas kesukaan kami berdua. Aku, Kamu, Teh Panas, Asap yang mengepul, di sore hari, Menuju Senja, bersama.


Ah mengapa rekaman kejadian itu harus teringat kembali di saat seperti ini, di saat aku panik dengan tugas-tugas kantorku yang ada di dalam flashdisk itu. Aku kembali mencarinya, tetapi sebelumnya aku ambil foto itu dan menyimpannya di dalam Agenda Kerjaku, sebelum aku menyimpannya aku tak sengaja melihat sebuah tulisan di balik foto itu, kembali aku teringat apa yang terjadi di balik tulisan itu
"Senja ini akan selalu ku habiskan bersamamu. Tak ada yang lain, senja ini milik kita berdua, Fan" -Enggar.


Tertulis disana, tanggal dimana Enggar menulis kata-kata itu, begitu katamu, senja itu milik kita. Pikiranku melesat menuju suatu waktu dikala senja masih milik kita. Di hari ketika senja masih kita nikmati berdua, dikala senja masih menyenangkan ketika ia datang, itulah senja, masa dimana kamu menjanjikan banyak bahagia untukku. 20 September 2005, tertulis disana, ketika kita masih melewati hari bahagia dengan bersama-sama. Iya, kita, berdua.


Pikiranku melayang jauh, mengawang-ngawang, hanya karena sebuah foto yang merekam kejadian di masa lalu lantas pikiranku kembali pula mengingat itu semua? Terjerat sebuah kenangan di masa lalu membuatku merasa bodoh, mengapa harus aku ingat lagi manusia yang ada di gambar ini? Bukankah dulu aku sendiri yang memutuskan untuk menjauh darinya? Lantas bila sekarang rindu, siapa yang harus menanggung? Tentu saja diriku sendiri. Aku yang bodoh, tak pernah pikir panjang sebelum memilih sesuatu. Aku bisa memilih untuk tak menjauh tapi tentu saja aku akan lebih sakit saat mengetahui segala tentangnya dan tentu aku tahu yang lebih baik adalah aku menjauh dan tak tahu menahu tentang apapun, tidak tahu apa-apa itu jauh lebih baik bagiku, sekalipun sekarang aku rindu aku harus menanggungnya sendiri. Semua rasa rindu ini pun aku yang buat, tapi menemukannya kembali malam ini jauh di luar pikirku, ini terjadi secara tak sengaja Tangan nakalku membuat suasana menjadi tidak enak, niat awalku yang sudah berapi-api dan sangat semangat untuk mengerjakan tugas kantor yang menumpuk kini dikalahkan rasa yang kacau dalam waktu hitungan detik. Mengenang yang sudah hilang memang mudah, dalam hitungan sepersekian detik bahkan ingatan kita mampu mengingat banyak yang sudah hilang, apalagi -kamu.
Flashdisk ku tak juga ku temukan, rencana mengerjakan tugas kantor yang menumpuk kini berubah menjadi sebuah wacana, ku lemparkan badanku menuju tempat tidur, ku rebahkan diri sembari menatapi sketsa diri yang tergambar dalam sebuah foto.  Lihatlah kita pernah tersenyum manis bersama dibawah sebuah sore menuju senja. Kemana kah harus ku cari kembali sosok yang telah menghilang sejak lama itu? Aku yang memutar kepala berpikir dan bertanya-tanya, kapan kah terakhir kali sosok lelaki itu hadir di hadapanku? Aku nyaris lupa.

Lelaki dengan alis mata yang tebal dan lesung pipi di setiap senyum manisnya, tak lupa hidung nya yang mancung membuatnya semakin sempurna jika dilihat dari sisi mana pun, bahwa senyumnya yang aku rindu, senyum yang saat ku lihat mampu membuatku lupa akan apa yang sedang ku alami dan membuatku terhanyut bersama senyuman itu, senyum yang membuatku lupa akan bumi yang sedang aku pijak, hanya terfokus pada satu hal yang ternyata mampu membuat dunia berhenti sejenak dan membuatku masuk ke suatu waktu yang paling indah, beberapa detik saat menikmati senyummu. Keindahan tuhan yang nyaris mencapai sempurna dan tuhan titipkan untuk menemaniku walaupun tidak dalam waktu yang lama. Saat bersamamu mungkin pernah aku anggap sebagai saat terbaik dalam hidupku, iya pikiran seperti itu terkadang selalu terlintas. Dan kini, kemana kah kini perginya sosok itu? Seingatku, setelah aku tahu bahwa dia memiliki pacar baru, aku segera menghapus segala tentangnya karena aku kesal. Ketika aku melihatnya memiliki pacar baru, dunia serasa runtuh, seluruh dunia bagaikan ada di bahuku, aku merasa tak ada orang di pihakku, aku merasa sendiri dan kesal, aku merasa seperti akulah orang paling menyedihkan saat itu. Ingin meluapkan amarah namun entah pada siapa, hingga akhirnya terbesit pikiran untuk menghapus semua tentangmu, dari mulai kontakmu dan semua kenangan kita berupa gambar dalam sebuah folder. Iya, rasa kecewa yang membuatku hilang kendali dan merasa seperti ini, bukan dalam posisi tersadar, ketika rasa kecewa mengambil alih, logika seolah menciut. Dan kini aku menyesal ketika aku rindu aku tak tau kemana harus mencari dan harus ku hubungi siapa, rindu ini menyerang di waktu yang tepat, rindu ini datang tak aku inginkan, rindu ini jatuh pada objek yang salah, pada objek yang seharusnya tak lagi di rindukan untuk saat seperti ini, berikan aku petunjuk mengenai Enggar tuhan.. Kali ini aku rindu sosoknya, sosoknya yang selalu bertingkah konyol lalu dia merasa bahagia karena berhasil membuatku menyunggingkan sebuah senyum dan bahkan tertawa riang. Masih terekam jelas disaat Enggar mampu membuatku tersenyum karena tingkahnya yang bodoh, dia loncat kegirangan dengan mukanya yang penuh ekspresi dan kadang hilang kendali saking bahagianya, dia selalu tak sadar dengan apa yang dia lakukan. Tapi, itulah dia, selalu terekam jelas disini, di kepalaku. 


Terkenang akan satu masa membuatku benar-benar ingin mencarinya.
Ah seisi ruangan ini berubah menjadi sendu, gloomy, lampu kamar berubah seolah-olah menjadi lebih gelap, di luar sana terasa sunyi, ah mengapa pikiranku tertuju pada Enggar. Mengingat sesuatu yang sudah hilang tentu saja bukan hal baik untuk kesehatan perasaan dan pikiranku. Kenapa Enggar malah hadir disaat-saat seperti ini, dibawah malam yang syahdu dan begitu terang, disana terdapat bulan sabit yang sedang melengkung indah, malam tak pernah sehening saat aku tercekik rasa rindu, tak seperti biasanya yang sekalipun hening namun aku masih bisa mendengar nyanyian syahdu dari para jangkrik di luar sana. Lantas, kemanakah mereka malam ini? Ditelan bumi? Atau kah ikut menghilang bersama bayangan Enggar yang kini ku cari?
Tak ada yang lebih sunyi dibandinkan dengan sunyi nya malam seorang perempuan yang didekap erat rindu menggebu-gebu, yang terdengar hanya detak jam dinding yang menunjukan pukul 21.55. Lelah rasanya dikejar rasa rindu. Berikan aku sebuah tidur nyenak yang segera menghantarku pada esok hari dan melupakan ini, termenung berlama-lama memikirkan yang sudah hilang akan segera membuatku gila.
Tanpa sadar aku terlelap dengan fotoku bersama Enggar dalam pelukanku, entah apa maksudku membawa foto itu tenggelam dalam tidurku, agar terbawa dalam mimpi? Agar di dalam mimpi aku bisa menemui sosok Enggar? Entah. Entah aku tak tahu. Yang pasti ketika aku terbangun nanti aku akan terkaget dengan apa yang terjadi..

05.45

*Homogenic - Destiny*
Destiny, here I am.
Giving all my dream,
I never felt so in love before.
When forever is not enough.
Nothing can tear us apart.

Tanganku meraba-raba meja dan mencari sumber dari kegaduhan itu yang tidak lain adalah bunyi alarm dari ponselku yang menyuruhku untuk segera bangun dari tidurku dan beranjak meraih hal baru hari ini. Siapkah diriku? Tidak terlalu.

Aku sedang dikejar tugas deadline dari kantorku, teringat kembali dimana flashdisk ku itu, ah bahkan di hari libur ini pun aku harus bekerja, iya bekerja di rumah maksudku, mengerjakan tugas-tugas yang tak sempat aku selesaikan di kantor dan harus aku bawa pulang. Mengingat tugas kantor benar-benar mengganggu indahnya hari liburku, sangat mengganggu bahkan. Sa-ngat.
Sebelum aku beranjak aku tersadar bahwa aku masih menggenggam foto itu dalam pelukanku dan aku terkaget dengan apa yang aku lakukan, ah sebegitunya aku sehingga foto itu aku bawa dalam lelap tidurku. Segera ku simpan di dekat fotoku yang ku simpan di meja sebelah tempat tidurku dan aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Aku lekas mencuci mukaku dan menggosok gigiku sebelum aku melakukan kegitan utamaku hari ini, mengerjakan tugas kantor. Ah aku selalu ingat bahwa aku tinggal sendirian di rumah yang cukup luas ini, bayangkan saja rumah berisi 2 kamar, 1 dapur dan 2 kamar mandi juga ruang tamu dan taman yang luas ini harus aku tinggali sendiri? Entah mengapa ibu memberiku rumah sebesar ini untuk aku tinggali sendiri, terkadang aku butuh teman. Iya, teman. Bahkan seorang pendamping hidup mungkin lebih baik. Ah pikiran kacau di pagi hari.
Kemudian aku berjalan perlahan menuju dapur, melihat apa yang mungkin bisa aku makan disana. Hanya ada 2 butir telur dan beberapa potong roti tawar, terbesit untuk membuat sebuah sandwich pagi ini.
Selamat pagi dunia, ini aku perempuan yang sedang dilanda rasa rindu yang menyesakkan dada.
Sepanjang hari ini aku harus menyiapkan diri untuk ada di depan laptop sepanjang hari, dikarenakan aku lupa dengan keberadaan flashdisk ku itu, ada baiknya aku meminta Alin untuk mengirimkan data-dataku via email, aku ingat aku selalu menitipkan dataku juga padanya.

**
Hari berlalu dengan cepat saat aku ada di depan laptop seharian hingga lupa mandi, dan bahkan aku pun lupa belum makan siang sedangkan sekarang waktu sudah menunjukan pukul 18.48, ini bahkan nyaris waktunya makan malam. Lebih baik aku mandi mencari makan dan lekas tidur.

05.00

*Homogenic - Destiny*
Alarmku kembali berbunyi, tanganku segera meraba-raba mencarli kembali asal dari kegaduhan, tanganku refleks menekan tombol snooze, tuhan, tolong 10 menit lagi saja… Setelah 10 menit aku berlalu akhirnya aku terpaksa harus bangun dari tidurku. Hari senin, kita berjumpa lagi.
Semua pekerjaan dibuat deadline minggu ini karena akan ada pesta besar memperingati hari ulang tahun bos di kantor. Katanya sebelum hari Sabtu semua pekerjaan harus segera terselesaikan agar hari Sabtu nanti kita dapat bersenang-senang katanya. Baiklah, aku ingin kembali tertidur, tertidur hingga hari jumat nanti dan segera menikmati inidahnya sebuah pesta yang penuh keramaian bersama pekerja kantor yang lainnya.
Anganku, mau tak mau aku harus melewati hari ini hingga 5 hari ke depan. Dengan langkah gontai aku menuju ke kamar mandi, ah seorang perempuan yang tinggal sendiri sepertiku ini tidak perlu menyiapkan banyak ahal setiap harinya hanya sekedar mandi, sarapan, kemudian pergi ke kantor, pulang ke rumah, makan, dan kembali tidur, apa yang menarik dari rutinitasku? Setiap hari hanya berlangsung seperti itu, andai aku memiliki seorang teman hidup mungkin takkan begini jadinya, mungkin sesekali akan ada yang mengajakku pergi untuk sekedar berkeliling kota atau hanya untuk makan bersama. Ah terlintas lagi pikiran bodoh ini yang membuatku termenung beberapa saat ketika aku sedang menggosok gigi di depan cermin.
Heh. Apa yang sedang ku lakukan di senin pagi ini, sudah memikirkan hal-hal aneh seperti itu, gara-gara kejadian kemarin lusa aku menjadi teringat kembali tentang adanya seorang yang akan menjadi jodohku kelak. Ah aku percaya pada semuanya, kelak, jika sudah waktunya pasti akan datang dia, seseorang yang akan menjadi jodohku dan menerima aku sebagaimana aku dan mungkin tidak akan meninggalkanku lagi, seperti seseorang di masa lalu.

**
Ku nyalakan mobil ku dan segera berangkat menuju kantor, tanpa sempat sarapan aku lekas pergi menuju kantor, biar nanti saja aku sarapan di kantor. Hari ini hingga 5 hari ke depan aku akan menjadi perempuan tersibuk sedunia, menurut persepsiku.

“Stell, tunggu aku sebentar. Aku mau parkir dulu”
“Eh Fani, hayuk buruan aku tungguin”

Itu Stella, seseorang yang merangkap sebagai sahabat sekaligus partner kerjaku. Profesinya menjadi pendampingku dan seseorang yang paling setia saat aku butuh bantuan. Dia temanku semenjak aku bekerja di kantor ini, dia benar-benar orang yang sabar dan sangat baik, dia dewasa dan memiliki naluri keibuan, cerewet, dia jago masak dan dia seorang yang selalu berpikir perfeksionis, segala hal di matanya harus sempurna dan dia adalah orang yang tegas juga terkadang sulit menerima pendapat orang, sekalipun begitu saran-sarannya untukku selalu membuat aku menjadi orang yang lebih baik.

“Stell, aku belum sarapan, aku laper. Tadi males masak, lagian stok di kulkas abis semua”
“Dasar kebiasaan, mentang-mentang sendirian ga ada yang ingetin jadi kayak gitu. Mesti aku bilangin berapa kali sih Fan, kalo keliatan stok nya udah dikit lagi ya kamu belanja lah sana kan kalo kelaperan terus kamu pingsan ga ada yang nolongin kan beda cerita fan…kamu tuh ya…”
“Sssssst udah dulu cerewetnya sekarang temenin aku makan dulu mumpung baru setengah 7”
“Yaudah ayo cepetan ah keburu si bos dateng nanti kita kena omel kagak bisa ikut party hari sabtu mampus juga”

Stella, dia memang cerewet tapi dialah yang selalu perhatian dengan segala kecerobohanku. Teringat akan sesuatu yang mengganjal dan membuat tubuh ini berdesir saat mengingatnya, ah Enggar, aku ingin menceritakan pada Stella bahwa aku menemukan sebuah kenangan yang tersimpan dalam sebuah foto berupa sosokku bersama Enggar, ah tapi aku takut dia akan menceramahiku lagi. Seingatku, terakhir aku bercerita mengenai Enggar pada Stella adalah ketika aku putus dengan Enggar dan kemudian aku menangis hingga tersedu-sedu, bahkan Stella bukannya berusaha untuk menenangkannku dia malah memarahiku hingga membentak-bentak aku, dia tidak suka katanya melihat aku menjadi seseorang yang cengeng, katanya aku harus tegar, katanya aku harus mampu menghadapi semua hal berat yang dihadapkan tuhan padaku. Stella tidak pernah membiarkan tangisku semakin menjadi, Stella selalu memarahiku agar aku segera menghentikan air mataku, katanya biarlah aku menangis dan bersedih tai aku tak boleh terlarut. Karena aku pun sadar segala masalah tidak akan pernah selesai dengan sebuah tangisan, tapi setidaknya itu membuat kita merasa lega. Ku urungkan niatku untuk menceritakannya pada Stella, biarlah nanti saja, aku simpan dulu saja sendiri sesuatu yang datang tiba-tiba dan menyesakkan dada ini.

**
Akhirnya selesai juga hari ini, aku mau segera pulang dan lekas tidur agar hari ini cepat berlalu..


05.00

*Homogenic - Destiny*
Alarm ini lagi, kembali aku harus menjalani hari. Di hari selasa rasanya tetap sama seperti hari senin dan tidak ada yang berbeda. Rutinitas kantor seperti biasa…

**

05.00

*Homogenic - Destiny*
Hari Kamis, 1 hari lagi menuju hari Jumat dan artinya tugas minggu ini sudah selesai. Hari ini aku berencana untuk pergi bersama Stella, tuganya hari ini adalah menemaniku untuk belanja keperluan bulananku. Sepulang kantor nanti, kemudian kami akan makan malam bersama seperti yang biasa kami lakukan. Ah akan lain cerita jika nanti aku sudah bertemu dengan jodohku, ritunitas ini takkan lagi ku lakukan bersama Stella, biar aku dengan jodohku nanti yang melakukan rutinitas ini bersama, bukankah jauh lebih kedengaran romantis makan malam berdua bersama seorang pacar? Ah khayalku.

Hari kamis ini berakhir lebih lama dari biasanya, serasa ada yang memperlambat jarum jam di kantor ini. Jika kita akan bersenang-senang, waktu untuk menunggu itu terjadi rasanya seolah lama sekali. 1 jam lagi menuju waktu pulang, sabarlah Fan, sebentar lagi. Upayaku untuk membuat diriku mampu melewati jam terakhir sebelum pulang.

**
“Stell ayo cepetan, nyari apalagi sih? Keburu kemaleman kita kan mau temenin aku belanja bulanan katanya”
“Bentar fan, kacamata ku ketinggalan di meja kantor”
“Yaudah gih ambil dulu”

Setelah Stella kembali dari pencariannya mencari kacamata, kami bergeras pergi. Kamis malam ini kami habiskan berdua mengunjungi sebuah mall, melihat-lihat pakaian di toko pakaian favorit kami sekalipun kami tidak membelinya, melihat-lihat sepatu, sandal, elektronik, hampir semua toko sudah kami jelajahi dan kini saatnya untuk memenuhi kebutuhan bulananku, kami segera menuju swalayan untuk berbelanja. Setelah segala hal yang dibutuhkan dirasa terpenuhi kami merasa lapar dan ingin mengisi perut kami yang kosong sejak tadi sore ini. Mungkin di saat ini juga momen yang pas untuk menceritakan apa yang ingin aku ceritakan pada Stella sejak beberapa hari yang lalu. Semoga dia tidak menceramahiku hari ini.

“Stell, aku pengen cerita sama kamu sebenernya. Tapi janji dulu kamu nggak akan marahin aku”
“Apaan sih Fan aneh banget nih kamu tumben ngomong kayak gini, biasanya kamu kalo mau cerita ya cerita aja blka-blakan gak pake embel-embel kayak gini segala. About what?”
“Janji dulu!”
“Iya, cepetan ngomong dahhhh”
“Ini tentang Enggar, Stell”
*uhuk*
“Eh Stell, kenapa keselek sih? Minum minum cepet”
“Abisnya kamu ngagetin tiba-tiba ngomong tentang Enggar sama aku ya aku kaget lah Fan. Itu udah setahun yang lalu sejak terakhir kali kamu ngomongin tentang dia ke aku dan dulu kamu udah janji sama aku untuk enggak nginget tentang dia lagi”
“Maka dari itu tadi aku minta kamu untuk nggak marah dulu sebelum aku cerita”
“Hmmm yaudah sekarang kamu ceritain kamu kenapa dan apa yang mau kamu ceritain ke aku tentang Enggar. Toh nggak ada hak juga aku marahin kamu Fani sayang, itu udah setahun yang lalu, cara aku buat nguatin kamu bukan dengan cara biarin kamu menye-menye dan terhanyut dalam kenangan kamu sama Enggar, dulu aku marah sama kamu karena aku mau tegas sama kamu supaya kamu tahu kalo hal seperti ini bukan buat berlarut-larut”
“Iya Stell, aku tahu, aku selalu tahu itu, aku paham dengan caramu. Aku cuma keingetan Enggar, aku kangen dia. Hari sabtu kemarin aku nggak sengaja nemuin foto kita berdua di laci meja di kamarku. Aku tiba-tiba keinget semuanya. Aku kangen dulu waktu sama dia. Aku pengen ketemu dia lagi dan bodohnya aku berharap secepatnya bisa ketemu dia. Bahkan aku enggak tahu gimana caranya ketemu dia kalo aku pun nggak punya kontak dia sama sekali. Kamu tahu sendiri kan aku udah hapus segala tentang dia di hapdapan kamu waktu itu? Sekarang entah gimana caranya aku pengen banget ketemu dia. Semoga tuhan ngasih kejaiban dan bisa nemuin aku sama dia”
“Fan, kamu sadar kan ngomong kayak gitu?”
“Stell, aku masih sadar dan ini dengan sepenuh hati. Aku nggek bercanda sekarang”
“Yaudah silahkan aja kamu berdoa dan berharap di kota seluas ini kamu akan bisa ketemu lagi dengan Enggar seseorang yang terakhir kali kamu temui setahun yang lalu. Ya kali aja tuhan masih baik mau dengerin doa orang galau teraniaya kayak kamu. Selahkan tanggung sendiri resiko dan konsekuensi yang akan kamu hadapi nanti”
“Stell ini aku serius kangen sama Enggar, sejak nemuin foto itu aku selalu keingetan tiap malem. Gapapa deh aku ketemu dia pas lagi sama pacarnya juga asal tuhan izinin aku liat wajah dia bentar aja”
“HUS! Ngomongnya tuh ya, nanti kamu sedih jangan lari sama aku ya. Mau emang kamu liat Enggar lagi jalan sama pacarnya dan saat itu posisi kamu lagi sendiri? Mau kamu patah hati lagi hah?”
“Gapapa Stell, yang penting aku ketemu Enggar”
“Fan, aku udah nggek ngerti sama jalan pikiran kamu kali ini. Terserah kamu deh mau kayak gimana. Balik yuk, udah jam 10, ngantuk nih”
“Stell, nggak marah kan sama aku?”
“Gak lah, buat apa juga. Kamu kan udah gede sekarang, udah bisa nentuin pilihan kamu sendiri. Aku percaya sama kamu kok Fan. Semoga rindu kamu nggak cuma kamu simpen sendiri yah. Semoga rindu kamu tau kemana dia bermuara. Ayo pulang Stefani cantik yang lagi galau”

Perbincangan singkat yang terjadi antara aku dan Stella, entahlah, nampaknya dia kesal padaku yang keras kepala ini dan tetap saja bodoh ingin bertemu lagi dengan Enggar tanpa ingat berapa banyak keburukan yang Enggar buat dibanding kebaikannya. Stella hanya ingin membuatku menjadi lebih baik dengan segala argumennya yang pada akhirnya selalu membuatku berpikir bahwa dia memang benar. Kata-kata Stella tadi pun membuat aku berpikir, akankah di kota yang luas ini tuhan kembali mempertemukan aku dengan Enggar sekalipun dia sedang dengan pacarnya. Membangkitkan luka lama? Tak apa, asal rinduku ini tahu jelas tempatnya harus bermuara.

**
Akhirnya tiba juga hari Sabtu waktu yang aku nantikan, aku ingin bersenang-senang . Melepaskan segala resah di diri mengenai Enggar, aku harap hari ini mampu membuatku melepaskan sejenak ingatku tentangnya, aku harap hari ini aku mampu melupakannya untuk sejenak, aku harap aku melepaskan bebanku hari ini. Semoga indahnya hari ini tidak ternodai apapun yang akan membuatku merasa tidak bahagia. Sesungguhnya hari yang ku tunggu-tunggu ini bukan untuk membuatku semakin kacau.
Aku pergi menjemput Stella di rumahnya pukul 3 sore dan segela menuju ke sebuat tempat makan di mall yang ada di kota ini. Ternyata pada khirnya bosku ini mentraktir karyawannya makan dan berkaraoke bersama melepas penat katanya. Tak apalah yang penting asal bersama rekan kantor pasti hal sederhana pun bisa terasa menyenangkan.
Kami makan malam bersama dan kemudian berkaraoke, sebelum berkaraoke aku bersama Stella pergi ke sebuah toko aksesoris untuk membeli sebuah ikat rambut. Seselesainya kami membeli ikat rambut tak sengaja aku menabrak seseorang hingga aku menjatuhkan bawaanku dan berceran jatuh berantakan ke lantai, aduh bodoh sekali diriku yang asyik melihat barang yang baru saja ku beli sehingga lupa untuk melihat jalan di hadapanku.
“Maaf maaf tadi saya nggak lihat jalan. Maaf ya ma…”
Sebelum selesai mengucap kata maaf dan mengangkat kepalaku ke atas, aku terkaget dengan apa yang ku lihat di hadapanku. Sosok itu, sosok yang aku cari sejak beberapa minggu lalu. Sosok yang aku rindukan, sosok yang belakangan ini dengan enaknya bermain di kepalaku. Saat ini entah aku harus menyesalinya atau malah harus bahagia karena omongan sesumbarku di beberapa hari yang lalu kini menjadi nyata. Sosok ini, kini ada di hadapanku! Tuhan, doaku terkabul Tuhan! Ini Enggar, Enggar yang ingin aku temui…. Namun bahagiaku sebaiknya tak perlu aku tunjukkan karena doa sesumbarku ini menjadi nyata. Enggar, bersama wanita cantik disampingnya dan menggandeng tangannya. Aku memang berharap akan bertemu dengan Enggar dalam waktu dekat ini, tetapi tidak berarti omonganku yang sesumbar itu menjadi nyata seperti ini, jujur memang aku bahagia saat aku bisa melihat wajah Enggar lagi di hapadapanku. Tak banyak yang berubah, masih tetap sama, senyumnya masih manis dengan lesung pipinya yang menjadi ciri khas, alis matanya yang tebal itu masih menjadi favoritku hingga saat ini ternyata, tak ada yang tuhan rubah dari makhluk ini, dia masih tetap menjadi lelaki yang mampu membuat seluruh perhatianku terpusat padanya. Aku hanya termenung, melamun menatap wajah Enggar seperti orang bodoh, aku tak mau tahu dengan wajahku saat itu. Aku termenung selama beberapa saat, melamun dengan tanpa sadar hingga akhirnya Enggar membuyarkan lamunanku itu.
“Fan, Fani kamu ga apa-apa kan?”
“Eh Enggar, enggak kok gak apa-apa, maaf akunya ceroboh”
“Kamu ini, masih aja ya. Eh iya kenalin ini Giska. Giska ini Fani, Fani ini Giska.”
“Halo, aku Fani”
“Halo Fani, aku Giska”
“Eh Stell, apa kabar lo? Ngapain melongo doang lo?”
“Hahahahahaha baik gue nggar, gak apa-apa kok. Fan cabut yuk, bos keburu ngambek nih”
“Eh mau pada kemana, masa baru ketemu bentar aja kalian udah cabut aja? Makan dulu gitu yuk bareng gue sama Giska”
“Duh maafin nggar, aku sama Stella udah ditunggu bos nih, kita ga bisa ngobrol lama-lama. Sampe ketemu nanti ya nggar.”
Ah tuhan, beberapa detik paling menyebalkan dalam hidupku akhirnya telah berakhir… Entah mengapa aku menjadi canggung untuk berbicara dengan Enggar, aku tidak berani mengelurkan banyak kata saat berbicara dengan Enggar. Ah, akhirnya aku harus menyaksikan kejadian seperti ini dengan mata kepalaku sendiri. Di hadapanku, Enggar bersama kekasih barunya. Mungkin semesta sedang menertawakan kekalahanku saat ini. Enggar yang aku harapkan dari sejak dahulu ternyata memang sudah merasa bahagia dengan yang lainnya dan tampak bahagia tanpa terlihat kekurangan apapaun, raut mukanya menampakkan dengan jelas bahwa dia sangat bahagia bersama wanita yang bernama Giska itu. Kembali aku dilanda kebingungan apakah aku harus bahagia bertemu dengan Enggar atau kecewa dan bersedih karena dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan kejadian yang selama ini tak aku inginkan. Pikiranku masih melayang kemana-mana, Stella disampingku, kami berjalan menuju tempat karaoke, sepanjang jalan Stella bercerita padaku dan aku tak mendengarkannya karena aku sibuk dengan pikiranku yang melayang jauh. Banyak hal yang kemudian hinggap di kepalaku setelah aku bertemu Enggar.
“Fan jadi gue harus gimana dong sama Rezky?”
“Apaan yang gimana Stell?”
“Astaga Faniiii, jadi daritadi lo gak merhatiin gue ngomong? Jadi daritadi gue ngomong panjang lebar dan lo sama sekali gak dengerin gue? Pikiran lo kemana sih? Dari habis ketemu Enggar tadi, lo cuma pelanga pelongo terus”
“Eh maaf Stell, aku nggak fokus barusan”
“Bohong lo sama gue! Jangan coba-coba bohong sama gue karena lo gak pernah bisa. Kenapa sih lo? Kenapa sama Enggar? Nyesek karena omongan lo jadi nyata? Nyesek karena omongan lo yang sesumbar itu kejadian? Rasain kan kejadian”
“Stellll…. Yaudah iya, aku minta maaf, iya aku daritadi kepikiran Enggar. Iya aku nyesel aku pernah berharap ketemu Enggar dalam keadaan seperti ini. Iya aku kesel. Tapi aku gatau mesti gimana dan harus ngapain”
“Kamu masih sayang sama Enggar? Bentar gak enak kita ngobrol sambil jalan gin, kita duduk dulu di depan tempat karaoke nya baru kamu jawab pertanyaan aku”
**
“Aku bingung Stell, aku masih nggak ngerti sama perasaan aku sendiri. Aku sayang sama Enggar tapi aku enggak mau buat milikin dia lagi, tapi aku nggak mau lihat dia sama orang lain, aku nggak mau lihat dia udah bahagia sama orang lain. Ini egois, dan ini bodoh. Tapi aku pun enggak cukup bodoh untuk kembali sama Enggar buat kedua kalinya. Aku tahu, aku sama Enggar emang enggak sebentar barengannya, dan ini yang bikin aku susah buat ngehapus rasa aku sama dia. Aku emang masih sayang sama dia dan belum sanggup lihat semua tentang dia pergi jauh dari aku. Dia pernah jadi segalanya buat aku, dulu. Dia pernah jadi tempat berlabuh aku, dia tempat pertama yang aku cari dikala aku butuh apapun dan dia selalu ada, dia bikin aku ngerasain gimana indahnya jatuh cinta. Dia tau gimana rasanya bikin aku menikmati sebuah hubungan dengan rasa bahagia sekalipun disana terdapat banyak luka”
“Fan…. Gue bingung mesti jawab apa semua kata-kata lo barusan. Gue belom pernah ngerasain apa yang lo rasain. Tapi Fan, cinta itu bukan buat diulang berkali-kali, rasa sakit dan kecewa lo juga bukan buat diulang-ulang. Lo tau? Nyatuin sebuah cinta yang udah ga mungkin disatuin itu sama kayak lo nyatuin sebuah vas yang udah pecah. Vas itu bisa jadi satu lagi tapi vas itu rapuh dan masih ninggalin bekas disana-sini. Lo ibaratin aja itu lo sama Enggar, lo gak akan pernah bisa ngerasain rasa cinta yang sama kayak dulu meskipun itu masih dengan orang yang sama, yaitu Enggar. Dan sakit yang pernah lo rasain itu bakalan terus ngebayang-bayangin lo. Dan lo bakalan ngerasa sakit yang ditutupin senyum manis, lo bakal jadi pembohong ulung”
“Terus aku harus gimana sekarang Stell?”
“Just move on and never look back, Fan. I’m sure you can. Buka hati kamu dan biarin Enggar cukup jadi masa lalu kamu, simpen aja dia baik-baik di hati dan pikiran lo. Lama-lama lo bakal kebiasa dan gak akan inget dia. Foto yang lo temuin da bikin lo inget dia, buang sekarang juga. Buang semua tentang dia, gue yakin lo bisa Fan”
“Oke Stell oke, aku bakal lakuin itu semua. Just letting him go. Aku ikhlasin dia, bahagia dengan siapapun dia sekarang. Semoga tuhan mempermudah jalanku”
“Nah gini kek, ngomongnya yang bener-bener. Udah yuk ah, kita kan niatnya mau seneng-seneng malem ini. Jangan cemberut, jangan ditekuk mukanya. Senyum!”
Setelah sebuah percakapan berbobot antara aku dan Stella, kami kemudian memutuskan untuk segera menyusul temen-teman yang mungkin sudah mulai dengan acara kami yaitu karaoke. Rencana malam ini seharusnya indah dan tak pantas di hancurkan. Kami segera melangakh menuju ruang karaoke. Pikiranku kembali melayang sejenak, aku harus belajar untuk mengikhlaskan apa yang tak lagi aku milikki, kerinduanku sebaiknya menjadi hal yang hanya harus disimpan dan tak baik untuk dimanjakan, kerinduan itu kadang bisa menjadi obat dan kadang bisa menjadi racun, kadang bisa menjadi tameng atau kadang menjadi pedang yang menikam kita. Kerinduan ini sebaiknya disimpan baik hingga mungkin dia menguap entah kemana. Dan satu lagi, rasa cinta bukan untuk diulang terus menerus tapi untuk dirawat dan dijaa hingga masing-masing merasakan kenyamanan satu sama lain. Aku pernah jatuh cinta dan mungkin aku tenggelam dalam cinta terlalu dalam, aku takut jatuh cinta lagi, tapi aku harus. Cinta tidak akan pernah berhenti, dia hanya akan terus berusaha dan menyeleksi siapakah orang yang tepat dan kemana kah dia akan bermuara….
Semoga tidak hanya Enggar yang berbahagia, tapi aku juga..
**

Oh biru

Biarkan diriku merengkuhmu
Hanyutkan dirimu dalam cintaku, tersenyumlah untukku

Oh biru

Indah dirimu hempaskan aku
Jauh ku tenggelam dalam tatapmu
Sesatku dalam kasihmu
Sejuta kata takkan pernah bisa lisankan maksud rasaku ini

Dia mengalir dalam darahku

Dia setengah dari jiwaku
Dia bayangan atas nyawaku
Dia..

Oh biru

Detak jantungmu membawa aku berlayar tengah samudera cintamu
sesatku dalam kasihmu

Dia mengalir dalam darahku

Dia setengah dari jiwaku
Dia bayangan atas nyawaku
Biarlah dua menjadi satu
-  Anda Perdana - Biru

No comments:

Post a Comment